Minggu, 10 April 2016

AKUNTABILITAS LEMBAGA PENDIDKAN ISLAM

AKUNTABILITAS LEMBAGA PENDIDKAN ISLAM

 











MAKALAH
Dipresentasikan Dalam Seminar Matakuliah Manajemen Pendidikan Islam
Semester II Tahun Akademik 2015/2016

Oleh:

Ahmad Ari Suhud
NIM: 80200214025



Dosen Pemandu:


Dr. H. Muh. Sain Hanafy, M.Pd.
Dr. Muljono Damopolii, M.Ag



PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2016
 



PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Didalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 48 menyatakan bahwa pengelolaan dana pendidikan berdasarkan kepada prinsip keadilan, efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas publik[1]. Namun kali ini penyusun hanya akan membahas mengenai prinsip akuntabilitas.
Akuntabilitas akhir-akhir ini semakin gencar dibicarakan selaras dengan adanya tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu. Bahkan resonansinya semakin keras, sekeras tuntutan akan reformasi dalam segala bidang. Ini membuktikan bahwa kecenderungan masyarakat pada masa kini berbeda dengan masa lalu.
Bila di masa lalu masyarakat cenderung menerima apapun yang diberikan oleh pendidikan, maka sekarang mereka tidak dengan mudah menerima apa yang diberikan oleh pendidikan. Biaya pendidikan mahal yang dibayar oleh pemerintah Pusat dan Daerah melalui dana BOS, mengakibatkan masyarakat merasa berhak untuk memperoleh pendidikan yang lebih baik bagi dirinya dan anak-anaknya. 
Bagi lembaga pendidikan hal ini mulai disadari dan disikapi dengan melakukan redesain sistem yang mampu menjawab tuntutan masyarakat. Caranya adalah mengembangkan model manajemen pendidikan yang transparan dan akuntabel.

Upaya untuk mencapai akuntabilitas institusi memerlukan kurikulum yang relevan yang memperhitungkan kebutuhan masyarakat, keterlibatan peran serta masyarakat, kemampuan manajemen yang tinggi, komitmen yang kuat untuk mencapai keunggulan, sarana penunjang yang memadai, dan perangkat aturan yang jelas dan dilaksanakan secara konsisten oleh institusi pendidikan yang bersangkutan.
Empat hal penting yang dikemukakan di atas membutuhkan proses dan waktu yang tidak singkat. Sebab tidak saja dibutuhkan niat baik semua pihak, kemauan juga kemampuan untuk melaksanakannya. Dalam teori perubahan, orang dapat berubah, jika ia memiliki niat baik, kemauan sekaligus kemampuan. Oleh karena itu dalam makalah ini penyusun akan membahas bagaimana akuntabilitas dalam lembaga pendidikan Islam.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dapat merumuskan beberapa permasalahan yang menjadi pembahasan dalam uraian makalah ini sebagai berikut:
1.  Apa hakekat akuntabilitas?
2. Bagaimana penerapan akuntabiltias dalam lembaga pendidikan Islam?
C. Tujuan
Adapun yang menjadi tujuan dari makalah ini adalah:
1.  Bertujuan untuk mengetahui hakekat akuntabilitas.
2.  Bertujuan untuk mengetahui penerapan akuntabilitas dalam lembaga pendidikan Islam.




BAB II
PEMBAHASAN
A.      Pengertian  Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah suatu peningkatan rasa tanggung jawab karena menuntut adanya kepuasan dari pihak lain. Sebagai alat kontrol akuntabilitas memiliki prinsip-prinsip yang tidak memberi peluang untuk merubah konsep dan implementasi perencanaan baik terhadap perubahan program, metode kerja maupun fasilitas. Akuntabilitas mampu membatasi raung gerak terjadinya perubahan dan pengulangan, dan bahkan merivisi perencanaan. Dengan kata lain, akuntabilitas adalah alat kontrol yang tidak memberi kesempatan untuk membuat perubahan.
Mc. Ashan menyebutkan bahwa akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang dinilai oleh orang lain karena kualitas performannya dalam menyelesaikan tujuan yang menjadi tanggungjawabnya.[2]
Adapun makna yang paling luas dari akuntabilitas menurut Fattah yaitu:
1. Cocok atau sesuai (fitting in) dengan peranan yang diharapkan;
2. Menjelaskan dan mempertimbangkan kepada orang lain tentang keputusan dan tindakan yang diambilnya.
3. Performa yang cocok dan meminta pertimbangan/penjelasan kepada orang lain.[3]
Akuntabilitas membutuhkan aturan, ukuran atau kriteria, sebagai indikator keberhasilan suatu pekerjaan atau perencanaan. Dengan demikian, maka akuntabilitas adalah suatu keadaan performan para petugas yang mampu bekerja dan dapat memberikan hasil kerja sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan bersama sehingga memberikan rasa puas pihak lain yang berkepentingan.
B. Akuntabilitas Pendidikan
Akuntabilitas pendidikan adalah kemampuan sekolah mempertanggungjawabkan kepada publik segala sesuatu mengenai kinerja yang telah dilaksanakan.
Akuntabilitas dalam bidang pendidikan, seperti yang di katakan oleh Mc Ashan, yaitu : (1) program dan manajemen personalia yang mengarah kepada tujuan, (2) penekanan manajemen yang efektif dan efisien, dan (3) pengembangan program, pengembangan personalia, peningkatan hubungan dengan masyarakat, dan kegiatan-kegiatan manajemen.[4]
Azas otonomi yang dilaksanakan dalam bidang pendidikan dewasa ini harus disertai dengan adanya pertanggungjawaban terhadap berbagai pihak terkait. Oleh karena itu kemampuan suatu lembaga pendidikan untuk menjaga mutu pendidikannya sehingga dapat diterima masyarakat disebut akuntabilitas pendidikan.[5] Konsep pertanggung jawaban dalam dunia pendidikan disebut dengan istilah akuntabilitas pendidikan.
Sebenarnya peningkatan akuntabilitas merupakan tuntutan desentralisasi pendidikan. Menurut Tilaar, desentralisasi mempunyai dua dimensi, yakni akuntabilitas vertikal dan akuntabilitas horisontal. Akuntabilitas vertikal menyangkut hubungan antara pengelola sekolah dengan masyarakat, sekolah dan orang tua siswa, sekolah dan instansi di atasnya (Dinas pendidikan). Sedangkan akuntabilitas horizontal menyangkut hubungan antara sesama warga sekolah, antara kepala sekolah dengan komite, dan antara kepala sekolah dengan guru. Komponen pertama yang harus melaksanakan akuntabilitas adalah guru. Hal ini karena inti dari seluruh pelaksanaan manajemen sekolah adalah proses belajar mengajar. Dan pihak pertama di mana guru harus bertanggung jawab adalah siswa. Guru harus dapat melaksanakan ini dalam tugasnya sebagai pengajar.[6]
Akuntabilitas dalam pendikan terdiri dari tujuan, manfaat, pelaksana, pelaksaan, langkah-langkah dan faktor yang mempengaruh dan upaya peningkatan akuntabilitas pendidikan.
1. Tujuan Akuntabilitas Pendidikan
Tujuan akuntabilitas pendidikan adalah agar terciptanya kepercayaan publik terhadap sekolah. Kepercayaan publik yang tinggi akan sekolah dapat mendorong partisipasi yang lebih tinggi pula terdapat pengelolaan manajemen sekolah. Sekolah akan dianggap sebagai agen bahkan sumber perubahan masyarakat. Slamet menyatakan tujuan utama akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.[7]
Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah menilai kinerja sekolah dan kepuasaan publik terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.
Rumusan tujuan akuntabilitas di atas hendak menegaskan bahwa akuntabilitas bukanlah akhir dari sistem penyelenggaran manajemen sekolah, tetapi merupakan faktor pendorong munculnya kepercayaan dan partisipasi yang lebih tinggi lagi. Bahkan, boleh dikatakan bahwa akuntabilitas baru sebagai titik awal menuju keberlangsungan manajemen sekolah yang berkinerja tinggi.
2. Manfaat Akuntabilitas Pendidikan
Akuntabilitas mampu membatasi ruang gerak terjadinya perubahan dan pengulangan, dan revisi perencanaan. Sebagai alat kontrol, akuntabilitas memberikan kepastian pada aspek-aspek pentingnya perencanaan, antara lain:
a. Tujuan atau performa yang ingin dicapai;
b. Program atau tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan
c. Cara atau performan pelaksanaan dalam mengerjakan tugas
d. Alat dan metode yang sudah jelas dana yang dipakai dan lama berkerja yang semuanya telah tertuan dalam bentuk alternatif penyelesaian yang sudah pasti
e. Lingkungan tertentu tempat program dilaksanakan
f. Intensif terhadap pelaksanaan sudah ditentukan secara pasti.[8]
3. Pelaksana Akuntabilitas Pendidikan
Made Pidarta menyebutkan bahwa pelaksanaan akuntabilitas ditekankan pada guru, administrator, orang tua siswa, masyarakat serta orang-orang luar lainnya. Di dalam perencanaan participatori, yaitu perencanaan yang menekankan sifat lokal atau desentralisasi, akuntabilitas ditujukan pada sejumlah personil sebagai berikut:
a. Manajer/ administrator/ ketua lembaga, sesuai dengan fungsinya sebagai manajer.
b. Ketua  perencana,  yang  dianggap paling bertanggungjawab atas keberhasilan perencanaan. Ketua perencana adalah dekan, rektor, kepala sekolah, atau pimpinan unit kerja lainnya.
c. Para anggota perencana, mereka dituntut memiliki akuntabilitas karena mereka bekerja mewujudkan konsep perencanaan dan mengendalikan implementasinya di lapangan.
d. Konsultan, para ahli perencana yang menjadi konsultan.
e. Para pemberi data, harus memiliki performan yang kuat mengingat tugasnya memberikan dan menginformasikan data yang selalu siap dan akurat.[9]
4. Pelaksanaan akuntabilitas Pendidikan
Penerapan prinsip akuntabilitas dalam penyelenggaraan manejemen sekolah mendapat relevansi ketika pemerintah menerapkan otonomi pendidikan yang ditandai dengan pemberian kewenangan kepada sekolah untuk melaksanakan manajemen sesuai dengan kekhasan dan kebolehan sekolah. Dengan pelimpahan kewenangan tersebut, maka pengelolan manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat yang adalah pemberi mandat pendidikan.
Oleh karena manajemen sekolah semakin dekat dengan masyarakat, maka penerapan akuntabilitas dalam pengelolaan merupakan hal yang tidak dapat ditunda-tunda. Isu akuntabilitas akhir-akhir ini semakin banyak dibicarakan seiring dengan adanya tuntutan masyarakat akan pendidikan yang bermutu. Bagi lembaga-lembaga pendidikan hal ini mulai disadari dan disikapi dengan melakukan desain ulang sistem yang mampu menjawab tuntutan masyarakat. Caranya adalah mengembangkan model manajemen pendidikan yang akuntabel. Akuntabilitas pendidikan juga mensyaratkan adanya manajemen yang tinggi. Misalnya di Indonesia hari ini telah lahir Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) yang bertumpu pada sekolah dan masyarakat.
Akuntabilitas tidak datang dengan sendiri setelah lembaga-lembaga pendidikan melaksanakan usaha-usahanya. Ada tiga hal yang memiliki kaitan, yaitu kompetensi, akreditasi dan akuntabilitas. Lulusan pendidikan yang dianggap telah memenuhi semua persyaratan dan memiliki kompetensi yang dituntut berhak mendapat sertifikat. Lembaga pendidikan beserta perangkat-perangkatnya yang dinilai mampu menjamin produk yang bermutu disebut sebagai lembaga terakreditasi (accredited). Lembaga pendidikan yang terakreditasi dan dinilai mampu untuk menghasilkan lulusan bermutu, selalu berusaha menjaga dan menjamin mutuya sehingga dihargai oleh masyarakat adalah lembaga pendidikan yang akuntabel.
Akuntabilitas dalam pengajaran dilihat dari tanggung jawab guru dalam hal membuat persiapan, melaksanakan pengajaran, dan mengevaluasi siswa. Selain itu dalam hal keteladan, seperti disiplin, kejujuran, hubungan dengan siswa menjadi penting untuk diperhatikan. Tanggung jawab guru selain kepada siswa juga kepada orang tua siswa.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga menyangkut pengelolaan keuangan, dan kualitas output. Akuntabilitas keuangan dapat diukur dari semakin kecilnya penyimpangan dalam pengelolaan keuangan sekolah. Baik sumber-sumber penerimaan, besar kecilnya penerimaan, maupun peruntukkannya dapat dipertanggungjawabkan oleh pengelola. Pengelola keuangan yang bertanggung jawab akan mendapat kepercayaan dari warga sekolah dan masyarakat. Sebaliknya pengelola yang melakukan praktek korupsi tidak akan dipercaya.
Akuntabilitas tidak saja menyangkut sistem tetapi juga menyangkut moral individu. Jadi, moral individu yang baik dan didukung oleh sistem yang baik akan menjamin pengelolaan keuangan yang bersih, dan jauh dari praktek korupsi.
Akuntabilitas juga semakin memiliki arti, ketika sekolah mampu mempertanggungjawabkan mutu outputnya terhadap publik. Sekolah yang mampu mempertanggungjawabkan kualitas outputnya terhadap publik, mencerminkan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas output tinggi. Dan sekolah yang memiliki tingkat efektivitas outputnya tinggi, akan meningkatkan efisiensi eksternal.
Bagaimana sekolah mampu mempertanggungjawabkan kewenangan yang diberikan kepada publik, tentu menjadi tantangan tanggung jawab sekolah. Fasli Jalal dan Dedi Supriadi  menyatakan di Indonesia banyak instituasi pendidikan yang lemah dan tidak akuntabel. Ada tiga dimensi yang terkandung dalam akuntabilitas, yaitu moral, hukum, dan keuangan. Ketiganya menuntut tanggung jawab dari sekolah untuk mewujudkannya, tidak saja bagi publik tetapi pertamatama harus dimulai bagi warga sekolah itu sendiri, misalnya akuntabilitas dari guru. Secara moral maupun secara formal (aturan) guru memiliki tanggung jawab bagi siswa maupun orang tua siswa untuk mewujudkan proses pembelajaran yang baik. Tidak saja guru tetapi juga badan-badan yang terkait dengan pendidikan.[10]
5. Langkah-Langkah Akuntabilitas Pendidikan
Made Pidarta merumuskan langkah-langkah yang harus di tempuh untuk menentukan akuntabilitas dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, sebagai berikut:
  1. Menentukan tujuan program yang dikerjakan, dalam perencanaan disebut misi atau tujuan perencanaan.
  2. Program dioperasionalkan sehingga menimbulkan tujuan-tujuan yang spesifik.
  3. Menggambarkan kondisi tempat bekerja.
  4. Menentukan otoritas atau kewenangan petugas pendidikan.
  5. Menentukan pelaksana yang akan mengerjakan program/ tugas. Ia penanggungjawab program, menurut konsep akuntabilitas ia adalah orang yang dikontrak.
  6. Membuat kriteria performan pelaksana yang dikontrak secara jelas, sebab hakekatnya yang dikontrak adalah performan ini.
  7. Menentukan pengukur yang bersifat bebas, yaitu orang-orang yang tidak terlibat dalam pelaksanaan program tersebut.
  8. Pengukuran dilakukan sesuai dengan syarat pengukuran umum yang berlaku, yaitu secara insidental, berkala dan
  9. Hasil pengukuran dilaporkan kepada orang yang berkaitan.[11]
Kesembilan langkah tersebut dapat diimplementasikan kedalam kegiatan managemen keuangan sekolah untuk menunjang kegiatan akuntabilitas pembiayaan pendidikan. Dengan adanya langkah-langkah  diatas diharapkan dapat mempermudah pengelolaan pembiayaan pendidikan yang akuntabel disekolah. Maka dari itu pengikutsertaan komponen seperti masyarakat, komite sekolah, orang tua siswa, dan unsur pemerintah perlu untuk dilaksanakan sebagai upaya keseriusan pelaksanaan penyelenggaraan pembiayaan pendidikan yang akuntabel.[12]


6. Faktor yang Mempengaruhi dan Upaya Peningkatan Akuntabilitas Pendidikan
Faktor yang mempengaruhi akuntabilitas terletak pada dua hal, yakni faktor sistem dan faktor orang. Sistem menyangkut aturan-aturan dan tradisi organisasi. Sedangkan faktor orang menyangkut motivasi, persepsi dan nilai-nilai yang dianutnya yang mempengaruhi kemampuan akuntabilitas.
Menurut Slamet ada delapan hal yang harus dikerjakan oleh sekolah untuk peningkatan akuntabilitas:
  1. Sekolah harus menyusun aturan main tentang sistem akuntabilitas termasuk mekanisme pertanggungjawaban.
  2. Sekolah perlu menyusun pedoman tingkah laku dan sistem pemantauan kinerja penyelenggara sekolah dan sistem pengawasan dengan sanksi yang jelas dan tegas.
  3. Sekolah menyusun rencana pengembangan sekolah dan menyampaikan kepada publik/ stakeholders di awal setiap tahun anggaran.
  4. Menyusun indikator yang jelas tentang pengukuran kinerja sekolah dan disampaikan kepada stakeholders.
  5. Melakukan pengukuran pencapaian kinerja pelayanan pendidikan dan menyampaikan hasilnya kepada publik/ stakeholders diakhir tahun.
  6. Memberikan tanggapan terhadap pertanyaan dan pengaduan publik.
  7. Menyediakan informasi kegiatan sekolah kepada publik yang akan memperoleh pelayanan pendidikan.
  8. Memperbaharui rencana kinerja yang baru sebagai kesepakatan komitmen baru.[13]
Kedelapan upaya di atas, semuanya bertumpu pada kemampuan dan kemauan sekolah untuk mewujudkannya. Jika sekolah mengetahui sumber dayanya, maka dapat lebih mudah digerakkan untuk mewujudkan dan meningkatkan akuntabilitas.
Sekolah dapat melibatkan stakeholders untuk menyusun dan memperbaharui sistem yang dianggap tidak dapat menjamin terwujudnya akuntabilitas di sekolah. Komite sekolah, orang tua siswa, kelompok profesi, dan pemerintah dapat dilibatkan untuk melaksanakannya.
Dengan begitu stakeholders sejak awal tahu dan merasa memiliki akan sistem yang ada. Untuk mengukur berhasil tidaknya akuntabilitas dalam manajemen berbasis sekolah, dapat dilihat pada beberapa hal, sebagaimana dinyatakan oleh Slamet Beberapa indikator keberhasilan akuntabilitas adalah: 1. Meningkatnya kepercayaan dan kepuasan publik terhadap sekolah. 2. Tumbuhnya kesadaran publik tentang hak untuk menilai terhadap penyelenggaraan pendidikan di sekolah, dan 3. Meningkatnya kesesuaian kegiatan-kegiatan sekolah dengan nilai dan norma yang berkembang di masyarakat.[14]

Ketiga indikator di atas dapat dipakai oleh sekolah untuk mengukur apakah akuntabilitas manajemen sekolah telah mencapai hasil sebagaimana yang dikehendaki. Tidak saja publik merasa puas, tetapi sekolah akan mengalami peningkatan dalam banyak hal, dan dengan adanya desentralisasi dan pengingkatan akuntabilitas pendidikan di sekolah harus dibarengi dengan berbagai upaya peningkatan mutu sekolah. Karena jika tidak ada program peningkatan mutu dan perubahan lebih baik di sekolah. Maka akuntabilitas pendidikan hanya konsep belaka.


BAB III
 PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan pada pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa:
1.      Akuntabilitas adalah suatu keadaan performan para petugas yang mampu bekerja dan dapat memberikan hasil kerja sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan bersama sehingga memberikan rasa puas pihak lain yang berkepentingan.
2.      Akuntabilitas pendidikan adalah kemampuan sekolah mempertanggungjawabkan kepada publik segala sesuatu mengenai kinerja yang telah dilaksanakan. Akuntabilitas tidak saja menyangkut proses pembelajaran, tetapi juga menyangkut pengelolaan keuangan, dan kualitas output.

B. SARAN
          Dari kesimpulan di atas penyusun mengharapkan agar para praktisi pendidikan kedepan dapat lebih memahami akuntabilitas pendidikan dan mampu menerapkannya sehingga mampu menghasilkan output peserta didik yang berkompeten dalam masyarakat.


13
 

DAFTAR PUSTAKA
H.A.R. Tilaar. Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Supriadi, Dedi dan Fasli Jalal.  Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. Yogyakarta: Adicipta, 2001
Fattah , Nanang. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan. Bandung: CV. Rosdakarya, 2001.
PH, Slamet. Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Depdiknas RI. 2005
Syafaruddin. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Cet. I; Jakarta: Ciputat Press, 2005.
Burhanuddin, Yusak.  Administrasi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia, 2005
Elfalasy, A. 2010. “Akuntabilitas Pendidikan”. (http://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/) 10 Desember 2015.




14
                                        


[1]Departemen Agama RI, Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah RI Tentang Pendidikan. (Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam), 2006. h.
[2]Elfalasy, A. 2010. “Akuntabilitas Pendidikan”. (http://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/) 10 Desember 2015.
[3]Nanang Fattah. Ekonomi dan Pembiayaan Pendidikan (Bandung : CV. Rosdakarya, 2001)  h.53
[4]Elfalasy, A. 2010. “Akuntabilitas Pendidikan”. (http://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/) 10 Desember 2015.
[5]Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,  Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah. (Yogyakarta: Adicipta. 2001), h.88
[6]H.A.R. Tilaar, Membenahi Pendidikan Nasional, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), h.25.
[7]Slamet PH, Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia, (Jakarta: Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama, Depdiknas RI. 2005), h. 6

[8]Syafaruddin, Manajemen Lembaga Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta: Ciputat Press. 2005), h.284.
[9]Elfalasy, A. 2010. “Akuntabilitas Pendidikan”. (http://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/) 10 Desember 2015.
[10]Fasli Jalal dan Dedi Supriadi,  Reformasi pendidikan dalam konteks otonomi daerah, h.88
[11] Elfalasy, A. 2010. “Akuntabilitas Pendidikan”. (http://elfalasy88.wordpress.com/2010/12/01/akuntabilitas-pendidikan/) 10 Desember 2015.
[12] Yusak Burhanuddin,  Administrasi Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia, 2005,  h.17.
[13]Slamet PH, Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia, h. 6
[14]Slamet PH, Kapita Selekta Desentralisasi Pendidikan di Indonesia, h.7

3 komentar:

  1. AS. Sy Mohon ijin mengcopy makalah ini sebagai tambahan waasan dan pengetahuan ,semoga saudara penulis mendAPATKAN PAHALA YANG BANYAK DARI aLLOH swt. , SEMOGA BERMANFAAT TERIMAKASIH BANYAK wS.JK.BIMO

    BalasHapus
  2. BAGUS DAN LENGKAP , SEMOGA BERMANFAAT DAN BERGUNMA BAGI YANG MEMBUTUHKN MAKALAH INI TERIMAKASIH SY UCAPKAN

    BalasHapus
  3. Bagus izi n coppy,smoga bermanfaat ilmunya

    BalasHapus