PEMIKIRAN TENTANG METODE PENYAMPAIAN DALAM PENDIDIKAN
ISLAM
Makalah
Dipresentasikan
dalam Seminar Kelas Mata kuliah
Pemikiran Pendidikan Dalam Islam
Semester II Tahun Akademik 2015/2016
Oleh:
Abudzar Algifari Muhammad
Yunus
NIM: 80200214024
NIM: 80200214033
Ahmad Ari Suhud Musakkir
NIM: 80200214025
NIM: 80200214034
Andi Fitriani
NIM: 80200214026
Dosen
Pemandu
Prof. Dr. H. Nasir A Baki, MA.
Dr. H. Muh. Sain Hanafy, M.Pd.
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2016
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam
proses pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam
upaya pencapaian tujuan, karena ia menjadi sarana yang membermaknakan materi
pelajaran yang tersusun dalam kurikulum pendidikan sedemikian rupa sehingga
dapat dipahami atau diserap oleh peserta didik menjadi pengertian-pengertian
yang fungsional terhadap tingkah lakunya. Tanpa metode, suatu materi pelajaran
tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan
pembelajaran menuju tujuan pendidikan.
Metode
pendidikan yang tidak tepat guna akan menjadi penghalang kelancaran jalannya
proses pembelajaran, sehingga banyak tenaga dan waktu yang terbuang sia-sia. Metode
yang diterapkan oleh seorang pendidik, baru berdaya guna dan berhasil guna jika
mampu dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
Dalam
proses pendidikan Islam, metode yang tepat guna bila ia mengandung nilai yang
intrinsik dan ekstrinsik sejalan dengan materi pelajaran dan secara fungsional
dapat dipakai untuk merealisasikan nilai-nilai ideal yang terkandung dalam
tujuan pendidikan Islam. Antara metode, kurikulum dan tujuan pendidikan Islam
mengandung relevansi ideal dan operasional dalam proses kependidikan. Proses
kependidikan Islam mengandung makna internalisasi dan transformasi nilai-nilai
Islami ke dalam pribadi peserta didik dalam upaya membentuk pribadi muslim yang
beriman, bertakwa dan berilmu pengetahuan yang amaliah mengacu kepada tuntunan
agama dan tuntunan kebutuhan hidup masyarakat.
B. Rumusan Masalah
Mengacu pada uraian
di atas, maka penulis memberikan beberapa permasalahan yang menjadi ruang
lingkup pembahasan dalam makalah ini, yaitu :
1.
Apa
pengertian dari metode pendidikan Islam?
2.
Apa
dasar dari metode pendidikan Islam?
3.
Apa
prinsip-prinsip dari metode pendidikan Islam?
4.
Bagaimana
pemikiran para tokoh tentang metode pendidikan Islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan disusunya makalah ini agar kaum pembaca
baik itu dikalangan mahasiswa maupun dosen dapat mengetahui, memahami serta
mengerti tentang pemikiran para ahli mengenai metode penyampaian dalam
pendidikan Islam.
II.
PEMBAHASAN
A. Pengertian Metode Pendidikan Islam
Pengertian metode secara
etimologi, berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui” dan Hodos berarti “Jalan” atau “cara”.[1]Menurut
Ahmad Husain al-Liqaniy, metode adalah langkah-langkah yang diambil pendidik
guna membantu para peserta didik merealisasikan tujuan tertentu.[2]
Metode, dalam bahasa Arab dikenal
dengan Istilah thariqah yang berarti langkah-langkah strategis dipersiapkan
untuk melakukan suatu pekerjaan.[3]
Bila dihubungkan dengan pendidikan, maka startegi tersebut haruslah
diwujudkan dalam proses pendidikan, dalam rangka mengembangkan sikap mental dan
kepribadian agar peserta didik menerima pelajaran dengan mudah, efektif dan
dapat dicerna dengan baik.
Para ahli mendefinisikan metode
sebagai berikut:
1.
Hasan Langgulung mendefinisikan bahwa metode adalah
cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai tujuan pendidikan.
2.
Abd. al-Rahman Ghunaimah mendefinisikan bahwa
metode adalah cara-cara yang praktis dalam mencapai tujuan pengajaran.
3.
Al-Abrasy mendefinisikan pula bahwa metode adalah,
jalan yang kita ikuti untuk memberikan pengertian kepada peserta didik tentang
segala macam metode dalam berbagai pelajaran.[4]
Berdasarkan beberapa definisi di
atas dapat disimpulkan bahwa metode adalah seperangkat cara, jalan dan teknik
yang harus dimiliki dan digunakan oleh pendidik dalam upaya menyampaikan dan
memberikan pendidikan pengajaran kepada peserta didik agar dapat mencapai
tujuan pendidikan yang termuat dalam kurikulum yang telah ditetapkan.
Dalam pendidikan yang diterapkan
di Barat, metode pendidikan hamper sepenuhnya tergantung kepada kepentingan
peserta didik, para pendidik hanya bertindak sebagai motivator, stimulator,
fasilitator ataupun hanya sebagai instruktur. Sistem yang cenderung dan
mengarah kepada peserta didik sebagai pusat (child centre) ini sangat menghargai adanya
perbedaan individu para peserta didik (individual differencies). Hal ini menyebabkan para guru
hanya bersikap merangsang dan mengarahkan para siswa mereka untuk belajar dan
diberi kebebasan, sedangkan pembentukan karakter hamper kurang menjadi
perhatian guru. Akibat penerapan metode yang demikian itu menyebabkan
pendidikan kurang membangun watak. Dihubungkan dengan fenomena yang timbul di
masyarakat dimana guru semakin tidak dihormati oleh muridnya.
Pada titik awal ini sudah
terdapat perbedaan besar antara metode pendidikan Islam dengan metode
pendidikan barat yang dianggap sebagai metode pendidikan modern itu. Metode
pendidikan Islam sangat menghargai kebebasan Individu, selama kebebasan itu
sejalan dengan fitrahnya, sehingga seorang pendidik dalam mendidik tidak dapat
memaksa muridnya dengan cara yang bertentangan dengan fitrahnya. Akan tetapi
sebaliknya pendidik harus bertanggung jawab dalam membentuk karakter peserta
didiknya. Pendidik tidak boleh duduk diam ketika peserta didiknya memilih jalan
yang salah.
Upaya pendidik untuk memilih
metode yang tepat dalam mendidik peserta
didiknya adalah disesuaikan pula dengan tuntunan agama. Jadi, dalam berhadapan
dengan peserta didiknya ia harus mengusahakan agar pelajaran yang diberikan
kepada murid-muridnya itu supaya mudah diterima, tidaklah cukup dengan bersikap
lemah lembut saja. Ia harus memikirkan metode-metode yang akan digunakannya,
seperti memilih waktu yang tepat, materi yang cocok, pendektan yang baik,
efektivitas penggunaan metode dan sebagainya. Untuk itu seorang guru dituntut
agar mempelajari berbagai metode yang digunakan dalam mengajarkan suatu mata
pelajaran, seperti bercerita, mendemonstrasikan, mencobakan, memecahkan
masalah, mendiskusikan yang digunakan oleh ahli pendidikan Islam dari zaman
dahulu sampai sekarang mempelajari prinsip-prinsip metodologi dalam ayat-ayat
Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah saw.
B.
Dasar Metode Pendidikan Islam
Metode pendidikan Islam dalam
penerapannya banyak menyangkut permasalahan individual atau sosial peserta
didik dana pendidik itu sendiri, sehingga dalam menggunakan metode seorang
pendidik harus memperhatikan dasar-dasar umum metode pendidikan Islam. Sebab
metode pendidikan Itu hanyalah merupakan sarana atau jalan menuju tujuan
pendidikan, sehingga segala jalan yang ditempuh oleh seorang pendidik haruslah
mengacu kepada dasar-dasar metode pendidikan tersebut. Dalam hal ini tidak bisa
terlepas dari dasar agama, biologis, psikologis dan sosiologis.
1. Dasar Agama
Pelaksanaan metode pendidikan Islam,
yang dalam prakteknya banyak terjadi diantara pendidik dan peserta didik dalam
kehidupan masyarakat yang lebih luas, memberikan dampak yang besar terhadap
kepribadian peserta didik. Oleh karena itu, agama merupakan salah satu dasar
metode pendidikan dan pengajaran oleh pendidik.[5]
Al-Quran dan hadis tidak bisa
dilepaskan dari pelaksanaan metode pendidikan Islam. Dalam kedudukannya sebagai
dasar ajaran Islam maka dengan sendirinya, metode pendidikan Islam harus
merujuk kepada kedua sumber ajaran tersebut. Sehingga segala penggunaan dan
pelaksanaan metode pendidikan Islam tidak menyimpang dari tujuan pendidikan
Islam itu sendiri. Misalnya mata pelajaran olah raga, maka seorang pendidik harus
mampu menggunakan metode yang didalamnya terkandung ajaran al-Quran dan hadis, seperti
masalah pakaian yang islami dan lain-lain praktek olah raga.
Dari uraian di atas dapat dikatakan
bahwa metode pendidikan Islam berdasarkan kepada agama, dan agama Islam yang
menjadi sumber ajarannya adalah al-Quran dan hadis. Sehingga dalam
pelaksanaannya metode tesebut disesuaikan dengan kebutuhan yang muncul secara
efektif dan efisien yang dilandasi nilai-nilai keduannya (al-Quran dan hadis).
2. Dasar Biologis
Perkembangan biologis manusia,
mempunyai pengaruh dalam perkembangan intelektualnya. Sehingga semakin lama
perkembangan biologi seseorang, maka dengan sendirinya makin meningkat pula
daya intelektualnya.6[6] Dalam
memberikan pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan Islam, seorang pendidik
harus memperhatikan perkembangan biologis peserta didik.[7]
Perkembangan kondisi jasmani (biologis)
seorang juga mempunyai pengaruh yang sangat kuat terhadap dirinya.[8]
Seseorang yang menderita cacat jasmani akan mempunyai kelemahan dan kelebihan
yang mungkin tidak dimiliki
oleh orang normal, misalnya seorang yang mempunyai kelainan pada matanya (rabun
jauh), maka dia cenderung untuk duduk di bangku bagian depan, karena dia berada
didepan, maka dia tidak dapat bermain-main pada waktu pendidik memberikan
pelajarannya, sehingga dia memperhatikan seluruh uraian guru. Karena hal ini
berlangsung terus menerus, maka dia akan mempunyai pengetahuan lebih disbanding
dengan teman lainnya, apalagi dia termotivasi dengan kelainan mata tersebut.
Berdasarkan hal ini, maka dapat
dikatakan bahwa perkembangan jasmani dan kondisi jasmani itu sendiri, memegang
peranan yang sangat penting dalam proses pendidikan. Sehingga dalam menggunakan
metode pendidikan seorang pendidik harus memperhatikann kondisi biologis
peserta didik. Seorang peserta didik yang cacat akan berpengaruh terhadap
prestasi peserta didik,[9]
baik pengaruh positif maupun negatif. Hal ini memberikan hikmah dari
penciptaan Tuhan, maka dengan harapan besar pendidik dapat memberikan
pengertian secukupnya pada peserta didiknya untuk menerima penciptaan Allah
yang sedemikian rupa.
3. Dasar Psikologis
Metode pendidikan Islam baru dapat
diterapkan secara efektif, bila didasarkan pada perkembangan dan kondisi
psikologis peserta didik. Sebab perkembangan dan kondisi psikologis peserta
didik memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap internalisasi nilai dan
transformasi ilmu.[10]
Dalam kondisi jiwa yang labil (jiwa yang tidak normal), menyebabkan
transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai akan berjalan tidak
sesuai dengan yang diharapkan.
Perkembangan psikologis seseorang
berjalan sesuai dengan perkembangan biologisnya, sehingga seorang pendidik
dalam menggunakan metode pendidikan bukan hanya memperhatikan psikologi dan
biologisnya. Karena seseorang yang secara biologis menderita cacat, maka secara
psikologis dia akan merasa tersiksa karena ternyata dia merasakan bahwa
teman-temannya tidak mengalami seperti apa yang dideritanya. Dengan
memperhatikan hal yang demikian ini, seorang pendidik harus jeli dan dapat
membedakan kondisi jiwa peserta didik, karena pada dasarnya manusia tidak ada
yang sama.[11]
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
dalam menggunakan metode pendidikan seorang pendidik di samping memperhatikan
kondisi jasmani peserta didik juga perlu memperhatikan kondisi jiwa atau
rohaninya, sebab manusia pada hakikatnya terdiri dari dua unsur, yakni jasmani
dan rohani, yang kedua-duanya merupakan satu kesatuan yang tak dapat
dipisah-pisahkan.[12]
4. Dasar Sosiologis
Inteaksi antara peserta didik dan
interaksi antara pendidik dan peserta didik, merupakan interaksi timbal balik
yang kedua belah pihak akan saling memberikan dampak positif pada keduannya.
Dalam kenyataan secara sosiologis seorang individu dapat memberikan pengaruh
pada lingkungan sosial masyarakatnya dan begitu pula sebaliknya. Pendidik dalam
berinteraksi dengan peserta didiknya hendaknya memberikan teladan dalam proses
sosialisasi dengan pihak lainnya, seperti dikala berhubungan dengan peserta
didik, sesame pendidik, karyawan dan kepala sekolah.[13]
Interaksi pendidikan yang terjadi dalam
masyarakat justru memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan
peserta didik dikala ia berada dilingkungan masyarakatnya. Kadang-kadang
interaksi/pengaruh dari masyarakat tersebut, berpengaruh pula terhadap
lingkungan kelas dan sekolah.[14]
Dengan demikian dapat dipahami bahwa,
dasar penggunaan sebuah metode pendidikan Islam salah satunya adalah dasar
sosiologis, baik dalam interaksi yang terjadi antara peserta didik, peserta
didik dengan pendidik, peserta didik dengan masyarakat, maupun pendidik dengan
masyarakat, bahkan diantara mereka semua dengan pemerintah. Dengan dasar di
atas, seorang pendidik dalam menginternalisasikan nilai yang sudah ada dalam
masyarakat (sosial value) diharapkan dapat menggunakan metode pendidikan
Islam tidak menyimpang jauh dari tujuan pendidikan Islam itu sendiri.[15]
C.
Prinsip-Prinsip
Metode Pendidikan Islam
Metode Pendidikan Islam harus digunakan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip yang mampu memberikan pengarahan dan petunjuk tentang
pelaksanaan metode pendidikan tersebut sebab dengan prinsip-prinsip itu
diharapkan metode pendidikan Islam dapat berfungsi lebih efektif dan efisien
dan tidak menyimpang dari tujuan semula dari pendidikan Islam. Prinsip-prinsip
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Mempermudah
Metode pendidikan yang digunakan oleh pendidik pada
dasarnya adalah menggunakan suatu cara yang memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk
menghayati dan mengamalkan ilmu pengetahuan, keterampilan dan sekaligus mengidentifikasi
dirinya dengan nilai-nilai yang terdapat dalam ilmu pengetahuan dan
keterampilan tersebut. Sehingga metode yang digunakan haruslah mampu membuat
peserta didik untuk merasa mudah menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan
itu.[16]
Inilah barangkali yang perlu dipahami oleh seorang pendidik. Pendidik tidak
harus menggunakan metode yang muluk-muluk sementara materi yang disampaikan
tidak mampu diserap oleh peserta didik. Bagaimana peserta didik akan
mengaktualisasikan nilai-nilai materi tersebut, sementara materinya itu sendiri
belum dapat diahami dan dikuasai oleh peserta didik.
2. Berkesinambungan
Berkesinambungan dijadikan sebagai prinsip metode
pendidikan Islam, karena dengan asumsi bahwa pendidikan Islam adalah sebuah
proses yang akan berlangsung terus menerus.[17]
Sehingga dalam menggunakan metode pendidikan, seorang pendidik perlu
memperhatikan kesinambungan pelaksanaan pemberian materi. Jangan hanya dengan
mengejar target kurikulum, seorang pendidik menggunakan metode yang tidak
efektif yang pada gilirannya akan memberikan pengaruh yang negatif pada peserta
didik, karena peserta didik merasa dibohongi oleh pendidik.
3. Fleksibel dan Dinamis
Metode pendidikan Islam harus digunakan dengan
prinsip fleksibel dan dinamis. Sebab dengan kelenturan dan kedinamisan metode tersebut,
pemakaian metode tidak hanya monoton dan
zaklik dengan satu macam metode saja. Seorang pendidik mampu memilih salah satu
dari berbagai alternatif yang ditawarkan oleh para pakar yang dianggapnya cocok
dan pas dengan materi, multi kondisi peserta didik, sarana dan prasarana,
situasi dan kondisi lingkungan, serta suasana pada waktu itu.[18]
Prinsip Kedinamisan ini, berkaitan erat dengan prinsip kesinambungan tersebut
metode pendidikan Islam akan selalu dinamis bila disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang ada.[19]
Jadi harusnya prinsip-prinsip yang harus diterapkan
dalam menerapkan metode pendidikan Islam harusnya mempertimbangkan tiga hal
pokok di atas karena dengan memperhatikan hal ini maka pelaksanaan metode
pembelajaran dapat berjalan dengan baik sehingga tujuan dari pendidikan Islam
dapat dicapai secara maksimal.
D. Pemikiran Para Tokoh tentang Metode
Pendidikan Islam
Para tokoh pendidikan Islam telah merumuskan berbagai metode pendidikan
Islam diantaranya:
1.
Al-Gazali
Seyogyanya agama diberikan kepada anak sejak usia dini, sewaktu ia
menerimanya dengan hafalan diluar kepala. Ketika ia menginjak dewasa, sedikit
demi sedikit makna agama akan tersingkap baginya. Jadi, prosesnya dimulai
dengan hafalan, diteruskan dengan pemahaman, demikianlah keimanan tumbuh pada
anak tanpa dalil terlebih dahulu.[20]
Proses penuntutan anak dalam pendidikan ibarat penanaman benih. Sedangkan
keyakinan dengan memberikan keterangan ibarat proses penyiraman dan
pemeliharaan. Benih ini dapat tumbuh, berkembang dan meninggi bagaikan sebuah
pohon yang baik lagi kokoh. Akarnya tertancap kekar dan cabangnya menjulang
tinggi kelangit.[21]
Kutipan diatas menjelaskan tentang metode al-Gazali dalam menerangkan dan
mengokohkan dasar-dasar agama dalam jiwa murid yang pada pokoknya dimulai
dengan hafalan beserta pemahaman lalu disusul dengan keyakinan dan pembenaran.
Sesudah itu ditegakkan dengan dalil-dalil dan keterangan-keterangan yang
menunjang pengokohan aqidah.
2.
Abdullah Nashih
Ulwan
Selanjutnya Abdullah Nashih Ulwan, menguraikan pula empat macam yang harus
dilakukan oleh pendidikan dirumah tangga (orang tua) dalam tanggungjawabnya
mendidik keinginan anak. Antara lain:
a.
Menyuruh
anak-anak semenjak awal membaca La ilaha Illallah
b.
Memperkenalkan
sejak awal tentang pemikiran hukum halal dan haram.
c.
Menyuruh anak
beribadah semenjak umur tujuh tahun.
d.
Mendidik anak
cinta kepada rasul dan keluarganya serta cinta membaca al-Quran.[22]
3.
Muhammad Shalih
Samak
Samak lebih memperinci metode mengajarkan Islam sebagai berikut:
a.
Pelajaran itu
harus dikaitkan dengan kehidupan anak yang ada kaitannya dengan sekitar apa
yang berlaku dengan lingkungan kehidupan.
b.
Persiapan guru
mengajar harus dibuat dengan matang, sehingga dapat memberikan kesan pada
peserta didik bahwa pendidiknya adalah seorang yang patuh dicontoh.
c.
Berusaha
membangkitkan emosi peserta didik itu karena dengan membangkitkan emosi ini,
dapat dibentuk akhlak yang mulia.
d.
Memperluas
kegiatan agama diluar ruang belajar, seperti mengadakan persatuan keagamaan di
sekolah untuk keperluan ibadah dan sosial kemasyarakatan.
e.
Hari-hari
perayaan keagamaan atau kebangsaan hendaklah dipakai untuk menanamkan semangat
agama dan kebangsaan untuk persatuan umat guna membangkitkan kesadaran agama.
f.
Pendidikan
melalui tauladan yang baik oleh pendidik
g.
Menceritakan
tokoh-tokoh agama maupun para pejuang Negara, untuk mengajarkan dan menekankan
aspek kebaikan dan kemuliaannya dalam perjuangan hidup.
h.
Membiasakan
praktek dan kebiasaan keagamaan semenjak anak masih kecil.
i.
Membiasakan
praketk ibadah di sekolah-sekolah sekedar yang sanggup dilakukan peserta didik.
j.
Mewujudkan
suasana kasih sayang dan hubungan harmonis antara pendidik dan peserta didik.
k.
Menggunakan
pelajaran nasyid sebagai suatu cara untuk menanamkan semangat keagamaan.
l.
Mengadakan
sandiwara atau drama dengan melakokan cerita-cerita keagamaan.
m.
Menyediakan
waktu luang untuk ikut memecahkan problema yang dihadapi anak.
n.
Menyuruh anak-anak
menghafal ayat-ayat al-Quran dan hadis.[23]
4.
Abd al-Rahman
al-Nahlawi
An-Nahlawi mengemukakannya pula metode al-Quran dan Hadis yang dapat
menyentuh perasaan yaitu:
a.
Metode hiwar
(percakapan) Qurani dan Nabawi
b.
Mendidik dengan
kisah Qurani dan Nabawi
c.
Mendidik dengan
amtsal Qurani dan Nabawi
d.
Mendidik dengan
memberi teladan
e.
Mendidik dengan
pembiasaan diri dan pengalaman.
f.
Mendidik dengan
mengambil Ibrah (pelajaran) dan Mauizah (peringatan).
g.
Mendidik dengan
membuat senang (targhib) dan membuat takut (tahrib).[24]
5.
Omar Muhammad
al-Toumy al-Syaibany
Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibany Mengemukakan
metode-metode adalah:
a.
Metode
pengambilan kesimpulan-kesimpulan atau induktif. Metode ini dimulai dengan
membahas dari bagian-bagian yang kecil untuk sampai pada undang-undang umum.
b.
Metode
perbandingan (Qiyasiyah)
c.
Metode kuliah
dengan menyiapkan pelajaran dan kuliah, mencatat materi yang penting, mengutarakan
secara sepintas tentang yang penting tesebut, kemudian menjelaskan secara
terperinci.
d.
Metode dialog
dan perbincangan
e.
Metode
lingkaran (halaqah), riwayat, mendengarkan dan membaca, dikte, hafalan,
pemahaman dan lawatan.[25]
6.
Abdurrahman
Saleh Abdullah
Abdurrahman Saleh Abdullah, mengemukakan beberapa metode pendidikan dan
peranannya, yaitu:
a.
Metode cerita
dan ceramah, tujuan yang hendak dicapai dari metode cerita dan ceramah adalah
untuk memberi dorongan psikologis kepada peserta didik.
b.
Metode diskusi,
Tanya jawab atau dialog. Teknik ini akan membawa kepada penarikan deduksi.
Dalam pendidikan, deduksi merupakan suatu metode pemikiran logis yang sangat
bermanfaat. Formulasi dari suatu prinsip umum diluar fakta ternyata lebih
berguna sebab peserta didik akan dapat membandingkan dan menyusun
konsep-konsep.
c.
Metode
perumpamaan atau metafora. Penjelasan konsep-konsep abstrak dengan makna-makna
kongkrit memberi gambaran yang jelas bagi peserta didik.
d.
Metode hukuman
dan ganjaran. Efektivitas metode hukuman dan ganjaran berasal dari fakta yang
menyatakan bahwa metode ini secara kuat berhubungan dengan kebutuhan-kebutuhan
individu. Seorang peserta didik yang menerima ganjaran akan memahaminya sebagai
tanda penerimaan kepribadiannya yang membuat merasa aman. Keamanan merupakan
salah satu kebutuhan psikologis, sementara hukuman yang berkaitan dengan
hal-hal yang tidak disukainya akan dapat menguatkan rasa aman tersebut.[26]
Dalam dunia pendidikan Islam, banyak tokoh yang telah memberikan
sumbangsinya dalam dunia pendidikan sebgaimana beberapa tokoh yang telah
dijelaskan di atas, dari beberapa model pembelajaran yang telah dipaparkan
dapat menjadi bahan acuan untuk menerapkan metode pendidikan Islam.
Dari beberapa metode pembelajaran yang dipaparkan pula diharapkan para
generasi pendidik Islam dapat menyesuaikan dengan kondisi pendidikan Islam masa
kini dan memilih metode mana yang paling sesuai untuk diharapkan sehingga
proses pembelajaran dapat berjalan efektif dan efesien dan hasil yang ingin
dicapai dapat terealisasi.
[1]H.
M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Toeritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner. (Jakarta: Bumi
Aksara, 1991),
h.61.
[2]Ahmad Husain al-Liqani, Mu’jam
al-Musthalabat al-Tarbawiyah al-Mu’arrafa fi al-Manahij wa Thuruqu al-Tadris (Mesir: Alam al-Kutub, 1996), h.127.
[3]Shahih Abd. al-Aziz, Al-Tarbiyah
al-Haditsah maddatuha, Mabadi’uha, Tathiqatuha al-Amaliyah(al-Tarbiyah wa
Thuruq al-Tadris),
(Kairo: Dar al-Maarif, 1119 H), h.196.
[4]Muhammad Athiyah, al-Abrasyi, Rub al-Tarbiyat
wal al-Ta’lim
(Kairo: Isa al Babi al-Nalabi & Co), h.257.
[5]Hasan Langgulung, Manusia dan
Pendidikan Suatu Analisis Psikologi. (Jakarta: Al-Husna, 1986), h.40.
[6]H.
M. Arifin, Ilmu
Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan Toeritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner. h.198.
[8]F.J
Monks, et. Al, Psikologi
Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. (Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press,
1994), h.21.
[9]Omar Mohammad al-Taoumy al-Syaibany, Falsafah
Pendidikan Islam, Terjemahan
Hasan Langgulung, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.589.
[10]Syad Ahmad Ustman, al-Ta’allum Inda Burhan al-islam
al-Zarnuji, (Kairo: Maktabah al-Anglo at-Misriyyah, 1989), h.145.
[13]Harun
Nasution dan Bakhtiar Effendy, Hak
Azasi Manusia dalam Islam,
(Jakarta: Firdaus, 1987), h.50
[15]Omar
Mohammad al-Taoumy al-Syaibany, Falsafah
Pendidikan Islam, Terjemahan
Hasan Langgulung, h.591
[17]H. M. Arifin, Ilmu Pendidikan
Islam: Suatu Tinjauan Toeritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan
Interdisipliner. h. 200.
[18]Muhamimin dan Abd. Mujib, Pemikiran
Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Trigenda Karya, 1993), h.241.
[19]Shalih Abd. al’Aziz dan Abd Aziz Abd al-Majid, Al-Tarbiyah
wa Thuruq al Tadris,
(Kairo: Dar al- Ma’arif, t.th.), h.193.
[23]Muhammad Shalih Samak, Ilmu Pendidikan
Islam,Terjemahan
Wan Annah Yaacob dan Kawan-kawan, (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian
Pelajaran Malaysia, 1983), h.36-39.
[24]Abd. Rahman al-Nahlawi, Prinsip-Prinsip dan Metode Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Diponegoro, 1989), h.304.
[25]Omar
Mohammad al-Taoumy al-Syaibany, Falsafah
Pendidikan Islam, Terjemahan
Hasan Langgulung, h.561
[26]Abdurrahman Saleh Abdullah, Education Theory: a Qur’an Outlook. Edisi Indonesia.
M. Arifin, Teori Pendidikan Menurut Al-Qur’an, (Jakarta: Rineka Cipta, 1990), h.205-220.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, H.M. Ilmu Pendidikan Islam: Suatu Tinjauan
Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Jakarta: Bumi Aksara, 1991.
al-Liqani, Ahmad Husain, Mu’jam
al-Musthalabat al-Tarbawiyah al-Mu’arrafa fi al-Manahij wa Thuruqu al-Tadris, Mesir: Alam al-Kutub, 1996.
Shahih Abd. al-Aziz, Al-Tarbiyah
al-Haditsah maddatuha, Mabadi’uha, Tathiqatuha al-Amaliyah(al-Tarbiyah wa
Thuruq al-Tadris), Kairo: Dar al-Maarif,
1119 H.
Al-Abrasyi, Muhammad Athiyah, Rub al-Tarbiyat
wal al-Ta’lim, Kairo: Isa al Babi
al-Nalabi & Co.
Langgulung, Hasan, Manusia
dan Pendidikan Suatu Analisis Psikologi. Jakarta: Al-Husna, 1986.
Daradjat, Zakiah, Ilmu
Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,
1992.
F. J Monks, et al, Psikologi
Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Aspeknya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 1994.
Al-Syaibany, Omar Mohammad al-Taoumy, Falsafah Pendidikan Islam, Terjemahan
Hasan Langgulung, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Ustman, Syad Ahmad, al-Ta’allum Inda Burhan al-islam
al-Zarnuji, Kairo: Maktabah al-Anglo at-Misriyyah,
1989.
Munsyi, Muhammad Munir, al-Tarbiyah
al-Islamiyah, Kairo: Alam al Kutub,
1982.
Nasution, Harun dan Bakhtiar Effendy, Hak Azasi Manusia dama Islam, Jakarta: Firdaus, 1987.
Rifai’, Moh., Administrasi dan Supervisi Pendidikan, Bandung: Jenmars, 1984.
Muhamimin dan Abd. Mujib, Pemikiran
Pendidikan Islam: Kajian Filosofis dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Trigenda Karya, 1993.
Shalih Abd. al’Aziz dan Abd Aziz Abd al-Majid, Al-Tarbiyah wa Thuruq al Tadris, Kairo: Dar al- Ma’arif, t.th.
Al-Ghazali, Ihya
al-Din.
Nashih Ulwan, Abdullah, Tarbiyah
al-Uulad fi al Islam, Dar al Salam,
1983.
Lihat Muhammad Shalih Samak, Ilmu
Pendidikan Islam,Terjemahan Wan Annah Yaacob dan
Kawan-kawan, Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian
Pelajaran Malaysia, 1983.
Al-Nahlawi, Abd. Rahman, Prinsip-Prinsip
dan Metode Pendidikan Islam, Bandung: CV.
Diponegoro, 1989.
Saleh Abdullah, Abdurrahman, Education
Theory: a Qur’an Outlook. Edisi Indonesia. M. Arifin, Teori
Pendidikan Menurut Al-Qur’an, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar