Minggu, 10 April 2016

TINJAUAN FALSAFAH, YURIDIS FORMAL, PSIKOLOGI, SOSIOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM



Revisi Makalah
TINJAUAN FALSAFAH, YURIDIS FORMAL, PSIKOLOGI, SOSIOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM













MAKALAH
Dipresentasikan Dalam Seminar Matakuliah Pemikiran Pendidikan Dalam Islam
Semester II Tahun Akademik 2015/2016


Oleh:

Ahmad Ari Suhud
80200214025

Dosen Pemandu:


Prof. Dr. H. Natsir A Baki, MA.
Dr. H. Muh. Sain Hanafy, M.Pd.





PASCASARJANA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2016
 



I. PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang Masalah
Pendidikan Islam  merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan pengamalan kita terhadap ajaran Islam  sangat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam  yang kita terima.
Pendidikan Islam  di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam  mengandung berbagai komponen antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Namun disisi lain pendidikan Islam  selalu menjadi pilihan kedua setelah pendidikan umum.
1
 
Menyikapi hal tersebut pendidikan Islam, berupaya mencari kebenaran sedalam-dalamnya, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam  yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. pendidikan Islam  adalah proses transformasi ilmu pengetahuan dan internalisasi nilai dalam diri setiap individu melalui penumbuhan dan pengembangan potensi-potensi fitrahnya guna mencapai keselarasan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspek.
Pendidikan Islam  juga bersinergi dengan beberapa aspek keilmuan, dalam makalah ini penyusun akan membahas landasan pendidikan Islam  ditinjau dari aspek falsafah, sosiologi, psikologi, yuridis formal, dan aksiologi.
B.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimana tinjauan falsafah pendidikan Islam?
2.      Bagaimana tinjauan yuridis formal pendidikan Islam?
3.      Bagaimana tinjauan psikologis pendidikan Islam?
4.      Bagaimana tinjauan sosiologis pendidikan Islam?
5.      Bagaimana tinjauan aksiologis pendidikan Islam?















 
II. PEMBAHASAN
A.    Tinjauan Falsafah Pendidikan Islam  
Hampir semua bidang yang mengkaji tentang ilmu pengetaahuan, maka yang menjadi sumber kajian utama yaitu filsafat, begitupun pendidikan jika dikaji dari sudut filsafat maka jelas memiliki hubungan yang sangat erat, dan pendidikan Islam  secara khusus dimana banyak para ahli mencoba menghubungkan antara filsafat, pendidikan dan Islam  yang kemudian diramu dengan istilah filsafat pendidikan Islam.
Secara etimologis filsafat berasal dari kata “philos” yang artinya love (cinta) dan “sophia” artinya wisdom (kebijaksanaan-kearifan). Jadi filsafat dapat diartikan cinta secara mendalam terhadap kebijaksanaan, cinta akan kearifan.[1] Kata ini menitik beratkan pada kata benda yaitu kebijaksanaan, namun jika asal kata filsafat mengacu pada “philein” dan “sophos” maka diartikan mencitai hal-hal yang bersifat bijaksana. Kata ini lebih berkonotasi pada kata sifat.[2] Sedangkan menurut Harun Nasution kata filsafat berasal dari bahasa arab falsafah dengan wazan (timbangan) fa’lala, fa’lalah dan fi’lah, jadi kata benda dari falsafa yang bermakna falsafah dan filsaf.[3]
3
 
Filsafat menentukan dasar dan tujuan hidup yang akan dijadikan sebagai dasar dan tujuan pendidikan yang akan dilaksanakan oleh manusia dan pada tahap selanjutnya akan mencerminkan sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupannya. Hal ini menjadi mungkin karena filsafat mengandung ide-ide, cita-cita dan sistem nilai yang perlu dipertahankan demi kelangsungan hidup masyarakat atau bangsa dan inilah yang turut mewarnai sistem dan tujuan pendidikan yang dijalankan oleh manusia. Sebagaimana halnya dengan dasar pendidikan, maka tujuan pendidikan pun harus berdasarkan pada falsafah hidup suatu bangsa.
Selanjutnya jika dihubungkan dengan kata Islam, yakni menjadi pendidikan Islam  maka kata “Islam” yang terdapat dalam kata filsafat Islam  memiliki arti sifat, karakter, ideology, cita-cita, atau identitas, dimana filsafat pendidikan yang didasarkan pada ajaran Islam  yang mengandung prinsip-prinsip ajaran tentang tauhid, yakni mengesakan Allah swt., patuh dan tunduk pada ajaran-Nya dan ajaran Rasul-Nya, mengutamakan ahlak mulia, kesesuaian dengan fitrah manusia, seimbang antara jasmani dan rohani, dunia dan akhirat, material dan spiritual, dan secara konprehensif yang mencakup berbagai segi kehidupan, berorientasi pada mutu yang unggul, berorientasi ke masa depan, bersikap terbuka, rasional, sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, progresif, demokratis, adil egaliter, memelihara akal, jiwa, harta dan keturunannya.[4]

Pendidikan Islam  juga mempunyai tujuan tersendiri, sesuai dengan falsafah dan pandangan hidup yang telah digariskan al-Qur'an dan al-Hadits. Tujuan dalam proses kependidikan Islam  adalah idealitas yang mengandung nilai-nilai yang Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang berdasarkan ajaran Islam  secara bertahap. Dengan demikian, tujuan tersebut menggambarkan nilai-nilai Islam yang hendak diwujudkan dalam pribadi manusia pada akhir dari proses tersebut.
Dalam pengembangan pendidikan Islam  ada beberapa landasan filsafat yaitu:
1.      Landasan filsafat parenial-essensialis salafi yang berpandangan bahwa pendidikan mengaksentuasikan pada ajaran nilai-nilai Islam  pada masa salaf sebagai acuan segala kebenarn dan berusaha melestarikan atau mewariskan ajaran dan budaya salaf.
2.      Landasan filsafat parenial-esensialis mazhabi yang berpandangan bahwa pendidikan mengaktualisasikan pada ajaran dan nilai-nilai Islam  pada masa klasik atau pertengahan sebagai acuan segala kebenaran dan berusaha melestarikan atau mewariskan ajaran dan budaya.
3.      Landasan filsafat modernis bahwa pendidkan mengaktualisasikan pada pengembangan optimal subjek didik untuk beradaptasi dengan masa kini dan memecahkan masalah kontemporer
4.      Landasan filsafat parenial-essensialis kontekstual falsifikatif bahwa pendidikan mengaksentuasikan pada pelestarian nilai–nilai ilahia dan insaniah sekaligus menumbuhkembangkannya dalam konteks perkembangan ipteks dan perubahan sosial kultural yang ada.
5.      Landasan filsafat rekonstruksi sosial bahwa pendidikan mengaktualisasikan pada pengembangan manusia sebagai pemeran aktif dalam menciptakan arah perubahan sosial yang lebih ideal, dalam arti manusia sebagai pelaku aktif yang kritis-kreatif atau pelaki aktif-kreatif.
6.      Landasan filsafat eksistensialis, bahwa pendidikan mengaksentuasikan pada pengembangan potensi diri seseorang sepenuhnya untuk pemenuhan kebutuhan dirinya (searching for self).[5]
Dengan demikian filsafat pendidikan Islam  adalah filsafat pendidikan yang prinsip-prinsip dan dasarnya yang digunakan untuk merumuskan berbagai konsep dan teori pendidikan Islam didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam disinilah letak perbedaan pendidikan Islam  dan pendidikan pada umumnya yang tidak memasukkan prinsip ajaran tauhid, ahlak mulia, fitrah manusia sebagai mahluk yang bukan hanya terdiri atas jasmani dan akal melainkan juga spiritual, pandangan tentang alam jagat raya sebagai tanda atau ayat Allah yang juga berjiwa dan bertasbih kepada-Nya, pandangan tentang ahlak yang bukan hanya didasarkan pada rasio dan tradisi yang berlaku di masyarakat melainkan juga nilai-nilai yang mutlak benar dari Allah, serta berbagai pandangan ajaran Islam  lainnya.
Disamping itu falsafah pendidikan Islam  harus sesuai dengan ruh (spirit Islam), faham sadar dan sehat terhadap akidah dan ajaran Islam. Bersifat terbuka terhadap pengalaman kemanusiaan yang baik, harus bersifat universal sesuai dengan ukuran spiritual, budaya, sosial, ekonomi dan politik, dan harus selectif dalam memilih sumber ilmu yang berkaitan dengan pendidikan baik itu yang berhubungan dengan ilmu sains, sosial, kemanusian dan ilmu-ilmu lainnya.[6]
B.        Tinjauan Yuridis Formal Pendidikan Islam  
Pendidikan jika ditinjau dari yuridis formal maka yang akan dikaji adalah bagaimana hukum yang melandasi pendidikan baik itu pendidikan Islam  maupun pendidikan secara umum sehingga dapat terlaksana dengan baik. Dasar Pendidikan Islam  meliputi “dasar ideal yaitu Pancasila, dasar konstitusional adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dasar yuridis formal adalah Undang-Undang Pendidikan Nasional, Dasar operasional adalah Kurikulum Pendidikan Nasional yang memuat mata pelajaran agama”.[7] Jika dilihat dari beberapa uraian di atas maka dapat dilihat bahwa dasar Pendidikan Islam  adalah aturan yang berkenaan dengan pendidikan sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia.
Secara historis kebijakan pemerintah terhadap pendidikan Islam  dapat dilihat dari dikeluarkannya Tap MPRS No. 2 tahun 1960 ditegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan otonom di bawah pengawasan Menteri Agama selain itu dalam Tap MPRS No. 27 Tahun 1996 dinyatakan bahwa agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian tujuan nasional. Berdasarkan ketentuan ini, maka Departemen Agama menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum, tetapi juga bersifat kejuruan.
Namun dikeluarkannya INPRES No 15. Tahun 1974 dimana penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan berada dibawah  departemen pendidikan dan kebudayaan maka secara implisit penyelenggaraan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum nasional akan berada dibawah tanggung jawab kementrian pendidikan dan kebudayaan,  kemudian kebiajkan ini membuat umat Islam  menjadi khawati dan kemudian dikeluarkanlah SKB tiga menteri (menteri pendidikan, menteri dalam negeri dan menteri agama) pada sidang kabinet pada tanggal 26 Nopember 1974.
Lahirnya Undang-Undang No. 2 tahun 1989 merupakan wadah formal terintegrasinya sistem pendidikan Islam  dalam sistem pendidikan nasional meskipun secara eksplisit tidak mengatur secara khusus tentang pendidikan Islam  tetapi dalam prakteknya memberikan ketentuan-ketentuan baru mengenai jenis dan kurikulum pendidikan Islam, khususnya pendidikan madrasah.
Maksud di atas adalah integritas madrasah ke dalam sistem pendidikan nasional bukan merupakan integritas dalam artian penyelnggaraan dan pengelolaan, tetapi lebih pada pengakuan yang lebih mantap bahwa madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional walaupun pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Agama. [8]

Kemudian lahirlahnya Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjadi sangat fundamental. Sebab undang-undang ini bisa disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan pendidikan. Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala sesuatu bertalian dengan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan pendidikan tinggi ditentukan dalam Undang-Undang ini.[9] UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan satu sistem pendidikan nasional sebagaimana dikehendaki UUD 1945. Proses perjalanan yang melelahkan, sejak Indonesia merdeka hingga tahun 1989 dengan kelahiran UU No 2 Tahun 1989, dan kemudian disempurnakan menjadi UU No 20 tahun 2003, merupakan puncak dari usaha mengintegrasikan pendidikan Islam  ke dalam sistem pendidikan nasional.
Terdapatnya peluang dan kesempatan untuk berkembangnya pendidikan Islam  secara terintegrasi dalam sistem pendidikan nasional tersebut dapat dilihat pada pasal-pasal UU No. 20 tahun 2003.  [10]
1.      Pasal 1 ayat (2), disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap tehadap tuntutan perubahan zaman.
2.      Pada pasal 3 tentang dasar, fungsi dan tujuan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3.      Pada pasal 15 tentang jenis pendidikan, jenis pendidikan mencakup pendidikan umum , kejuruan akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.
4.      Pada pasal 17 ayat ( 2). Tentang pendidikan dasar, pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar (SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah menengah pertama (SMP) dan Madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sedarajat.
5.      Pasal 18 ayat (3). Tentang pendidikan menengah. Pendidikan menengah berbentuk sekolah menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
6.      Pasal 30 ayat (1-4). Pendidikan keagamaan. (1). Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. (2) pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.(3). Pendidikan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. (4) pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
7.      Pasal 37 ayat (1-2). Tentang kurikulum. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama.[11]
C.       Tinjauan Psikologi Pendidikan Islam  
Tinjauan psikologi yaitu dasar yang memberi informasi tentang watak pelajar, para guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, pengukuran, serta bimbingan. Keberhasilan pendidik dalam mencapai tujuan, harus memiliki informasi tentang watak peserta didik, pendidik, pengukuran dan penilaian yang terbaik.
Psikologi pada dasarnya menyentuh banyak bidang kehidupan diri organisme baik manusia maupun hewan yang pada mulanya digunakan para ilmuwan untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup mulai yang primitif sampai yang paling modern. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki  dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada manusia, baik selaku individu maupun kelompok dalam hubungannya dengan lingkungan. [12]
Ilmu Pendidikan Islam dengan pendekatan psikologis dapat diartikan sebagai usaha memanfaatkan jasa psikologi Islam pada khususnya dan psikologi pada umumnya untuk mendukung perumusan konsep dan praktis pendidikan. Penggunaan jasa psikologi ini ditujukan, agar konsep dan praktik pendidikan tersebut dapat dirumuskan secara konprehensif dan dapat diterapkan secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan.[13]
Pernyataan tersebut antara lain di dasarkan pada dua asumsi sebagai berukut:
a.    Kepentingan masyarakat  
Pendidikan adalah pemindahan nilai-nilai, ilmu dan keterampilan dari generasi tua kepada generasi muda untuk melanjutkan dan memelihara identitas masyarakat tersebut. Dalam pemindahan (transmission), nilai-nilai ilmu dan keterampilan inilah psikologi memegang peranan yang sangant penting.[14]
b.    Kepentingan Individu
Pendidikan dilihat dari segi kacamata individu dapat diartikan sebagai upaya pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Olehnya itu dia harus digali sebaik mungin agar dapat berfungsi maksimal. Untuk dapat menggali, mengembangkan, dan memberdayakan kemampuan individual manusia itu, pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Pendidikan menurut pandangan individu adalah menggarap kekayaan yang terdapat pada setiap individu agar dapat dinikmati oleh individu dan selanjutnya oleh masyarakat.
D.       Tinjauan Sosiologi Pendidikan Islam  
Pendidikan disekolah bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksi antara peserta didik dan guru dalam proses belajar menagajar, melainkan juga oleh interaksi murid dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi sosial yang dihadapinya didalam maupun diluar sekolah, terkadang anak berbeda bukan hanya karena berbeda bakat atau pembawaannya akan tetapi ini juga banyak dipengaruhi oleh lingkungan berlainan, status sosial, agama dan nilai-nilai budaya dan keluarganya.
Dari fenomena inilah kemudian yang melahirkan pandangan sosilogi dalam pendidikan atau dikenal dengan istilah sosiologi pendidikan, Dasar sosiologi yaitu dasar yang memberikan kerangka budaya di mana pendidikan itu berkembang, seperti memindahkan, memilih dan mengembangkan kebudayaan.    
Pada awal abad 20, sosiologi mempunyai peranan penting dalam pemikiran pendidikan, sehingga lahirlah sosiologi pendidikan. Sosiologi Pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan konsep pendidikan dan memecahkan berbagai problema yang dihadapinya. Menurut H.P. Fairchild dalam bukunya Dictionary of Sociology dikatakan bahwa sosiologi pendidikan adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang fundamental.[15]
Pendidikan, menurut pendekatan sosiologi ini, dipandang sebagai salah satu konstruksi sosial, atau diciptakan oleh interaksi sosial. Para sosiolog pendidikan mengkaji praktik-praktik pen­didikan untuk membuktikan hubungan­nya dengan kelembagaan, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan berba­gai komponen pendidikan lainnya, dan jika dihungkan dengan Islam  maka jelaslah bahwa tujuan yang ingin dicapai kemudian agar bagaiman menciptakan interaksi-interaksi yang mengandung nilai-nilai keIslaman didalamnya baik itu interaksi yang terjadi antara sesame peserta didik, antara peserta didik dan guru, serta lingkungan dimana pendidikan itu berlansung.
Ada beberapa konsep tentang tujuan sosiologi pendidikan antara lain :
1.      Sebagai analisis proses sosialisasi,
2.      Sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam amsyarakat
3.      Sebagai analisis interaksi social disekolah dan antara sekolah dengan masyarakat
4.      Sebagai alat kemajuan dan perkembangan social
5.      Sebagai dasar untuk menentukan tujuan pendidikan.[16]
Jika melihat konsep dari tujuan sosiologi pendidikan sebgai yang telah dijelaskan diatas maka jelas bahawa sosiologi pendidikan diharapkan dapat menjadi penyeimbang dari segala masalah-maslah social yang terjadi didalam pendidikan.
Disamping itu sosiologi pendidikan menyelediki masalah-masalah pokok antara lain:
1.      Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyrakat
2.      Hubungan antara manusia di dalam sekolah
3.      Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di sekolah
4.      Sekolah dalam masyrakat [17]
Berdasarkan penjelasan tersebut tampak jelas dari satu segi pendidikan amat membutuhkan jasa sosiologi, namun pada sisi lain pendidikan juga tidak berdaya membendung kecenderungan perkembangan masyarakat. Pendidikan dan perkembangan masyarakat terjadi hubungan yang saling tarik menarik dan bersifat simbiotik. Kecenderungan selama ini menunjukkan bahwa pengaruh perkembangan masyarakat jauh lebih kuat dari pengaruh pendidikan. Pengaruh pendidikan terhadap masyarakat lebih bersifat jangka panjang atau defensif  yakni pendidikan berusaha membendung pengaruh negatif dari perkembangan masyarakat. Sedangkan pengaruh masyarakat terhadap pendidikan tampak bersifat jangka pendek dan mendesak. Pendidikan dan masyarakat selalu berinteraksi dan saling memberi pengaruh.
E.        Tinjauan Aksiologi Pendidikan Islam  
Aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno,terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[18] Sedangkan Pendidikan Islam  sebagai pendidikan individu dan masyarakat yang berisikan ajaran tentang sikap dan tingkah laku menuju kesejahteraan hidup.[19]
Dua konsep yang telah dipaparkan di atas, membentuk satu konsep tentang aksiologi Pendidikan Islam  yang penyusun gambarkan sebagai nilai, manfaat atau pun fungsi dari Pendidikan Islam  itu sendiri terhadap berbagai hal yang terkait di dalamnya.
Secara filosofis, nilai amat terkait dengan etika yang sering disebut sebagai filsafat nilai, mengkaji nilai-nilai sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika dan moral bisa berasal dari hasil pemikiran, adat-istiadat atau tradisi, ideologi, bahkan agama.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an merupakan nilai-nilai yang bersifat universal karena hakikatnya, Islam  adalah rahmatan lil ‘alamin. Maka dibutuhkan penggalian dan penyelaman terhadap kandungannya sehingga dapat diambil mutiara-mutiara Islami sebagai bekal landasan hidup manusia. Bisa membawa kesejahteraan bagi  umat Islam  khususnya, manusia pada umumnya.
Disamping itu pendidikan sebagai fenomena kehidupan sosial, kultural dan keagamaan, tidak dapat lepas dari sistem nilai tersebut. Dalam masalah etika yang mempelajari tentang hakekat keindahan, juga menjadi sasaran pendidikan Islam, Mendidik juga memiliki unsur seni yang terlihat dalam pengungkapan bahasa, tutur kata dan prilaku yang baik dan indah.
Unsur seni mendidik ini dibangun atas asumsi bahwa dalam diri manusia ada aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah. Hal ini mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena pendidikan adalah paduan antara manusia sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia memiliki nilai tertentu sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikan dalam prakteknya adalah fakta empiris yang syarat nilai.
Oleh karena itu, butuh landasan aksiologis dalam pendidikan agar pendidikan itu sendiri dapat memberikan kepuasan pada diri peserta didik akan nilai- nilai ideal yang ingin dimiliki sehingga dapat hidup dengan  baik dan terhindar dari nilai- nilai yang tidak diinginkan.[20] Dapat ditempuh dengan cara memberikan landasan Islam  pada aksiologis pendidikan kita. Ajaran-ajaran Islam  yang tertuang dalam aksiologi pendidikan ini, diharapkan mampu membawa manusia menuju kesejahteraan hidupnya sehingga dua perannya sebagai pemakmur kehidupan di muka bumi dan pengabdi kepada sang Khalik, dapat terlaksana dengan baik pula. Kedua peran tersebut tidak hanya memerlukan profesionalitas semata, tetapi juga sarat dan dengan nilai-nilai pengabdian kepada Allah SWT.
Dalam Pendidikan Nasional, pendidikan agama dan akhlak diatur oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Bab IX butir 2 yang mengatakan tentang isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan agama dan pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan agama disini, diartikan sebagai pendidikan yang materinya berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, akhlak dan ibadah kepada Tuhan.
Mengingat Islam  memandang bahwa tujuan kemanusiaan sarat nilai dan moral, maka memfungsikan sekolah merupakan usaha aplikatif kolektif untuk mewujudkan penumbuhkembangan perilaku moral peserta didik hendaknya menjadi orientasi bagi setiap aktivitas pendidikan.[21] Artinya, pendidikan moral harus berlangnsung di sekolah setiap waktu, tidak hanya dalam kurikulum, tetapi juga dalam interaksi sehari-hari antara siswa dengan guru mau pun staf sekolah. Saat ini, penanaman nilai-nilai dalam kehidupan amatlah diperlukan. Melalui era yang semakin canggih, akhlak pun menghadapi tantangan. Globalisasi yang mendunia, membawa berbagai pengaruh yang amat besar.









 
III. PENUTUP
A.  Kesimpulan
1.      Filsafat menentukan dasar dan tujuan hidup yang akan dijadikan sebagai dasar dan tujuan pendidikan yang akan dilaksanakan oleh manusia dan pada tahap selanjutnya akan mencerminkan sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
2.      Tinjauan yuridis formal pendidikan Islam  dimulai dimulai dengan kelaurnya Tap MPRS No. 2 tahun 1960 kemudian Tap MPRS No. 27 Tahun 1996 dan  INPRES No 15. Tahun 1974 kemudian dikeluarkanlah SKB tiga menteri (menteri pendidikan, menteri dalam negeri dan menteri agama) pada sidang kabinet pada tanggal 26 Nopember 1974. Kemudian lahir Undang-Undang No. 2 tahun 1989 dan puncaknya Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjadi sangat fundamental.
3.      Tinjauan psikologi yaitu dasar yang memberi informasi tentang watak pelajar, para guru, cara-cara terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, pengukuran, serta bimbingan. Keberhasilan pendidik dalam mencapai tujuan, harus memiliki informasi tentang watak peserta didik, pendidik, pengukuran dan penilaian yang terbaik.
4.     
19
 
Pendidikan Islam menurut pendekatan sosiologi ini, dipandang sebagai salah satu konstruksi sosial, atau diciptakan oleh interaksi sosial. Para sosiolog pendidikan mengkaji praktik-praktik pen­didikan untuk membuktikan hubungan­nya dengan kelembagaan, tujuan, kurikulum, proses belajar mengajar, dan berba­gai komponen pendidikan lainnya, dan jika dihungkan dengan Islam  maka jelaslah bahwa tujuan yang ingin dicapai kemudian agar bagaiman menciptakan interaksi-interaksi yang mengandung nilai-nilai keIslaman didalamnya baik itu interaksi yang terjadi antara sesame peserta didik, antara peserta didik dan guru, serta lingkungan dimana pendidikan itu berlansung.
5.      Aksiologi Pendidikan Islam sebagai nilai, manfaat atau pun fungsi dari Pendidikan Islam  itu sendiri terhadap berbagai hal yang terkait di dalamnya. Secara filosofis, nilai amat terkait dengan etika yang sering disebut sebagai filsafat nilai, mengkaji nilai-nilai sebagai tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya. Sumber-sumber etika dan moral bisa berasal dari hasil pemikiran, adat-istiadat atau tradisi, ideologi, bahkan agama.

B.  Implikasi
Ajaran Islam  tentang pendidikan adalah mewajibkan kepada umat Islam  untuk melaksanakan dan menegakkan pendidikan. Dalam pendidikan, terkandung nilai-nilai sakral yang bisa mengantarkan manusia menjadi sosok berguna, karena menurut ajaran Islam , pendidikan merupakan kebutuhan hidup mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan dunia akhirat. Oleh karena itu, untuk membentuk manusia berilmu tidak terlepas dari berbagai unsur pendidikan. 


 
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. Sosiologi Pendidikan. Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1991.

Al-Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy. Falsafatut Tarbiyyah Al Islami, Terj. Hasan Langgulung dengan judul Falsafah pendidikan Islam  . Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Hasbullah,Otonomi Pendidikan, Jakarta :Rajawali, 2010


Langgulung, Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam . Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987.

Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam  , Cet.1; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011.

Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam  ,  Jakarta; Rajawali Pers, 2011.

Muhmidayeli,  “Moralita Kependidikan: Suatu Telaah Filsafat Pendidikan Islam Tentang Arah Bangun Pendidikan Islam”, Al-Fikra, Vol. 5, No. 1, 2006

Mujib , Abdul, et al., Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II; Jakarta: Kencana, 2008.

Nata,  Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam  dan Barat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.

Nata, Abuddin. Ilmu Pendidikan Islam  : dengan Pendekatan Multidisipliner. Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2009.

Pidarta, Made, Landasan Kependidikan, Jakarta: Rineka Cipta, 2007.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cet. XVI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010.

Salam, Burhanuddin. Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Cet.1; Jakarta: Rineka Cipta, 1997.

S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Cet. V; Jakarta: Bumi Aksara, 2010.

Sadulloh , Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007

Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Media Wacana Press,2003.

Zakiah Daradjat, et al., Ilmu Pendidikan Islam, Cet. VII; Jakarta: Bumi Aksara, 20008.


21
 
 


[1] Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik (Cet.1; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 33.

[2] Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam (Cet.1; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011), h.30

[3] Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), h. 9-10
[4] Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, h. 37-38
[5] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam  (Jakarta; Rajawali Pers, 2011), h. 5-6

[6] Oemar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, al-Falsafah al-Tarbiyah al-Islam terj. Hasan Langgulung  dengan judul Filsafat Pendidikan Islam (Cet.1; Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 47

[7] Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu, h. 33.
[9] Made Pidarta, Landasan Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), hlm.45.

[10] Hasbullah,Otonomi Pendidikan ( Jakarta :Rajawali, 2010), hlm.156-158.

[11] Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Media Wacana Press,2003, h. 9-27

[12]  Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Cet. XVI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 10.

[13] Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam: dengan Pendekatan Multidisipliner  (Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2009), h. 163.

[14] Hasan Langgulung, Asas-asas Pendidikan Islam (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987), h. 251.
[15]  Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Cet. 1; Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 1.
[16] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan (cet. 5; Jakarta: Bumi Aksara, 2010) h. 2-3
[17] S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, h.6-7
[18] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), h.36

[19] Zakiah Daradjat, et al., Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet.7, 20008), h. 28
[20] Abdul Mujib, et al., Ilmu Pendidikan Islam, ( Jakarta: Kencana, Cet.2, 2008), h. 127- 128
[21] Muhmidayeli,  “Moralita Kependidikan: Suatu Telaah Filsafat Pendidikan Islam Tentang Arah Bangun Pendidikan Islam”, Al-Fikra, Vol. 5, No. 1, (2006), h. 11

Tidak ada komentar:

Posting Komentar