Revisi Makalah
TINJAUAN FALSAFAH, YURIDIS FORMAL, PSIKOLOGI,
SOSIOLOGI, DAN AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
MAKALAH
Dipresentasikan Dalam Seminar
Matakuliah Pemikiran Pendidikan Dalam Islam
Semester II Tahun Akademik 2015/2016
Oleh:
Ahmad Ari Suhud
80200214025
Dosen Pemandu:
Prof.
Dr. H. Natsir A Baki, MA.
Dr.
H. Muh. Sain Hanafy, M.Pd.
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN
MAKASSAR
2016
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang
berlandaskan atas dasar-dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai
pedoman hidup bagi seluruh umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat
memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan
Al-Qur’an dan As-sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman,
penghayatan, dan pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang kita terima.
Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan
berbagai problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam
mengandung berbagai komponen antara satu
dengan yang lain saling berkaitan. Namun disisi lain pendidikan
Islam selalu menjadi pilihan kedua
setelah pendidikan umum.
|
Pendidikan Islam
juga bersinergi dengan beberapa aspek
keilmuan, dalam makalah ini penyusun akan membahas landasan pendidikan Islam ditinjau dari aspek falsafah, sosiologi,
psikologi, yuridis formal, dan aksiologi.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang
telah dikemukakan di atas, maka permasalahan yang akan menjadi pembahasan dalam
makalah ini adalah:
1.
Bagaimana tinjauan falsafah pendidikan Islam?
2. Bagaimana tinjauan yuridis formal pendidikan
Islam?
3. Bagaimana tinjauan psikologis pendidikan
Islam?
4. Bagaimana tinjauan sosiologis pendidikan
Islam?
5. Bagaimana tinjauan aksiologis pendidikan Islam?
|
A. Tinjauan Falsafah Pendidikan Islam
Hampir semua bidang
yang mengkaji tentang ilmu pengetaahuan, maka yang menjadi sumber kajian utama
yaitu filsafat, begitupun pendidikan jika dikaji dari sudut filsafat maka jelas
memiliki hubungan yang sangat erat, dan pendidikan Islam secara khusus dimana banyak para ahli mencoba
menghubungkan antara filsafat, pendidikan dan Islam yang kemudian diramu dengan istilah filsafat pendidikan
Islam.
Secara etimologis filsafat berasal dari kata
“philos” yang artinya love (cinta) dan “sophia” artinya wisdom (kebijaksanaan-kearifan).
Jadi filsafat dapat diartikan cinta secara mendalam terhadap kebijaksanaan,
cinta akan kearifan.[1] Kata ini menitik beratkan pada kata benda yaitu kebijaksanaan, namun
jika asal kata filsafat mengacu pada “philein” dan “sophos” maka diartikan
mencitai hal-hal yang bersifat bijaksana. Kata ini lebih berkonotasi pada kata
sifat.[2] Sedangkan menurut Harun Nasution kata filsafat
berasal dari bahasa arab falsafah dengan wazan (timbangan) fa’lala,
fa’lalah dan fi’lah, jadi kata benda dari falsafa yang bermakna falsafah dan filsaf.[3]
|
Selanjutnya jika dihubungkan dengan kata Islam,
yakni menjadi pendidikan Islam maka kata
“Islam” yang terdapat dalam kata filsafat Islam memiliki arti sifat, karakter, ideology,
cita-cita, atau identitas, dimana filsafat pendidikan yang didasarkan pada
ajaran Islam yang mengandung
prinsip-prinsip ajaran tentang tauhid, yakni mengesakan Allah swt., patuh dan
tunduk pada ajaran-Nya dan ajaran Rasul-Nya, mengutamakan ahlak mulia,
kesesuaian dengan fitrah manusia, seimbang antara jasmani dan rohani, dunia dan
akhirat, material dan spiritual, dan secara konprehensif yang mencakup berbagai
segi kehidupan, berorientasi pada mutu yang unggul, berorientasi ke masa depan,
bersikap terbuka, rasional, sejalan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, progresif, demokratis, adil egaliter, memelihara akal, jiwa, harta
dan keturunannya.[4]
Pendidikan Islam juga mempunyai tujuan tersendiri, sesuai
dengan falsafah dan pandangan hidup yang telah digariskan al-Qur'an dan
al-Hadits. Tujuan dalam proses kependidikan Islam
adalah idealitas yang mengandung
nilai-nilai yang Islam yang hendak dicapai dalam proses kependidikan yang
berdasarkan ajaran Islam secara
bertahap. Dengan demikian, tujuan tersebut menggambarkan nilai-nilai Islam yang
hendak diwujudkan dalam pribadi manusia pada akhir dari proses tersebut.
Dalam pengembangan pendidikan Islam ada beberapa landasan filsafat yaitu:
1. Landasan filsafat parenial-essensialis
salafi yang berpandangan bahwa pendidikan mengaksentuasikan pada ajaran
nilai-nilai Islam pada masa salaf sebagai
acuan segala kebenarn dan berusaha melestarikan atau mewariskan ajaran dan
budaya salaf.
2. Landasan filsafat parenial-esensialis
mazhabi yang berpandangan bahwa pendidikan mengaktualisasikan pada ajaran dan
nilai-nilai Islam pada masa klasik atau
pertengahan sebagai acuan segala kebenaran dan berusaha melestarikan atau
mewariskan ajaran dan budaya.
3. Landasan filsafat modernis bahwa pendidkan
mengaktualisasikan pada pengembangan optimal subjek didik untuk beradaptasi
dengan masa kini dan memecahkan masalah kontemporer
4. Landasan filsafat parenial-essensialis
kontekstual falsifikatif bahwa pendidikan mengaksentuasikan pada pelestarian
nilai–nilai ilahia dan insaniah sekaligus menumbuhkembangkannya
dalam konteks perkembangan ipteks dan perubahan sosial kultural yang ada.
5. Landasan filsafat rekonstruksi sosial bahwa
pendidikan mengaktualisasikan pada pengembangan manusia sebagai pemeran aktif
dalam menciptakan arah perubahan sosial yang lebih ideal, dalam arti manusia
sebagai pelaku aktif yang kritis-kreatif atau pelaki aktif-kreatif.
6. Landasan filsafat eksistensialis, bahwa
pendidikan mengaksentuasikan pada pengembangan potensi diri seseorang
sepenuhnya untuk pemenuhan kebutuhan dirinya (searching for self).[5]
Dengan demikian filsafat pendidikan Islam adalah filsafat pendidikan yang prinsip-prinsip
dan dasarnya yang digunakan untuk merumuskan berbagai konsep dan teori pendidikan
Islam didasarkan pada prinsip-prinsip ajaran Islam disinilah letak perbedaan pendidikan
Islam dan pendidikan pada umumnya yang
tidak memasukkan prinsip ajaran tauhid, ahlak mulia, fitrah manusia sebagai
mahluk yang bukan hanya terdiri atas jasmani dan akal melainkan juga spiritual,
pandangan tentang alam jagat raya sebagai tanda atau ayat Allah yang juga
berjiwa dan bertasbih kepada-Nya, pandangan tentang ahlak yang bukan hanya
didasarkan pada rasio dan tradisi yang berlaku di masyarakat melainkan juga
nilai-nilai yang mutlak benar dari Allah, serta berbagai pandangan ajaran Islam
lainnya.
Disamping itu falsafah pendidikan Islam harus sesuai dengan ruh (spirit Islam), faham
sadar dan sehat terhadap akidah dan ajaran Islam. Bersifat terbuka terhadap
pengalaman kemanusiaan yang baik, harus bersifat universal sesuai dengan ukuran
spiritual, budaya, sosial, ekonomi dan politik, dan harus selectif dalam
memilih sumber ilmu yang berkaitan dengan pendidikan baik itu yang berhubungan
dengan ilmu sains, sosial, kemanusian dan ilmu-ilmu lainnya.[6]
B.
Tinjauan Yuridis Formal Pendidikan Islam
Pendidikan jika
ditinjau dari yuridis formal maka yang akan dikaji adalah bagaimana hukum yang
melandasi pendidikan baik itu pendidikan Islam maupun pendidikan secara umum sehingga dapat
terlaksana dengan baik. Dasar Pendidikan Islam meliputi “dasar ideal yaitu Pancasila, dasar
konstitusional adalah Undang-Undang Dasar 1945. Dasar yuridis formal adalah
Undang-Undang Pendidikan Nasional, Dasar operasional adalah Kurikulum
Pendidikan Nasional yang memuat mata pelajaran agama”.[7] Jika dilihat dari
beberapa uraian di atas maka dapat dilihat bahwa dasar Pendidikan Islam adalah aturan yang berkenaan dengan pendidikan
sesuai dengan UUD Negara Republik Indonesia.
Secara historis kebijakan
pemerintah terhadap pendidikan Islam
dapat dilihat dari dikeluarkannya Tap
MPRS No. 2 tahun 1960 ditegaskan bahwa madrasah adalah lembaga pendidikan
otonom di bawah pengawasan Menteri Agama selain itu dalam Tap MPRS No. 27 Tahun
1996 dinyatakan bahwa agama merupakan salah satu unsur mutlak dalam pencapaian
tujuan nasional. Berdasarkan ketentuan ini, maka Departemen Agama
menyelenggarakan pendidikan madrasah tidak saja bersifat keagamaan dan umum,
tetapi juga bersifat kejuruan.
Namun dikeluarkannya INPRES No 15. Tahun 1974
dimana penyelenggaraan pendidikan umum dan kejuruan berada dibawah departemen pendidikan dan kebudayaan maka
secara implisit penyelenggaraan madrasah yang sudah menggunakan kurikulum
nasional akan berada dibawah tanggung jawab kementrian pendidikan dan
kebudayaan, kemudian kebiajkan ini
membuat umat Islam menjadi khawati dan
kemudian dikeluarkanlah SKB tiga menteri (menteri pendidikan, menteri dalam
negeri dan menteri agama) pada sidang kabinet pada tanggal 26 Nopember 1974.
Lahirnya Undang-Undang
No. 2 tahun 1989 merupakan wadah formal terintegrasinya sistem pendidikan Islam dalam sistem pendidikan nasional meskipun
secara eksplisit tidak mengatur secara khusus tentang pendidikan Islam tetapi dalam prakteknya memberikan
ketentuan-ketentuan baru mengenai jenis dan kurikulum pendidikan Islam,
khususnya pendidikan madrasah.
Maksud di atas adalah integritas madrasah ke
dalam sistem pendidikan nasional bukan merupakan integritas dalam artian
penyelnggaraan dan pengelolaan, tetapi lebih pada pengakuan yang lebih mantap
bahwa madrasah adalah bagian dari sistem pendidikan nasional
walaupun pengelolaannya diserahkan kepada Departemen Agama. [8]
Kemudian lahirlahnya Undang-Undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjadi sangat fundamental. Sebab
undang-undang ini bisa disebut sebagai induk peraturan perundang-undangan
pendidikan. Undang-undang ini mengatur pendidikan pada umumnya, artinya segala
sesuatu bertalian dengan pendidikan, mulai dari prasekolah sampai dengan
pendidikan tinggi ditentukan dalam Undang-Undang ini.[9] UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, merupakan undang-undang yang mengatur penyelenggaraan satu
sistem pendidikan nasional sebagaimana dikehendaki UUD 1945. Proses perjalanan
yang melelahkan, sejak Indonesia merdeka hingga tahun 1989 dengan kelahiran UU
No 2 Tahun 1989, dan kemudian disempurnakan menjadi UU No 20 tahun 2003,
merupakan puncak dari usaha mengintegrasikan pendidikan Islam
ke dalam sistem pendidikan nasional.
Terdapatnya peluang dan kesempatan untuk
berkembangnya pendidikan Islam secara terintegrasi dalam sistem pendidikan
nasional tersebut dapat dilihat pada pasal-pasal UU No. 20 tahun 2003. [10]
1.
Pasal 1 ayat
(2), disebutkan bahwa pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional
Indonesia, dan tanggap tehadap tuntutan perubahan zaman.
2.
Pada pasal 3
tentang dasar, fungsi dan tujuan, pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
3.
Pada pasal 15
tentang jenis pendidikan, jenis pendidikan mencakup pendidikan umum , kejuruan
akademik, profesi, vokasi, keagamaan dan khusus.
4.
Pada pasal 17
ayat ( 2). Tentang pendidikan dasar, pendidikan dasar berbentuk sekolah dasar
(SD) dan madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta sekolah
menengah pertama (SMP) dan Madrasah tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang
sedarajat.
5.
Pasal 18 ayat
(3). Tentang pendidikan menengah. Pendidikan menengah berbentuk sekolah
menengah atas (SMA), madrasah aliyah (MA), sekolah menengah kejuruan (SMK), dan
madrasah aliyah kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.
6.
Pasal 30 ayat
(1-4). Pendidikan keagamaan. (1). Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh
pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. (2) pendidikan keagamaan berfungsi mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memahami dan mengamalkan
nilai-nilai ajaran agamanya dan/atau menjadi ahli ilmu agama.(3). Pendidikan
dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. (4)
pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja
samanera, dan bentuk lain yang sejenis.
7.
Pasal 37 ayat
(1-2). Tentang kurikulum. Kurikulum pendidikan dasar dan menengah serta
pendidikan tinggi wajib memuat pendidikan agama.[11]
C. Tinjauan Psikologi
Pendidikan Islam
Tinjauan psikologi
yaitu dasar yang memberi informasi tentang watak pelajar, para guru, cara-cara
terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, pengukuran, serta bimbingan.
Keberhasilan pendidik dalam mencapai tujuan, harus memiliki informasi tentang
watak peserta didik, pendidik, pengukuran dan penilaian yang terbaik.
Psikologi pada dasarnya menyentuh banyak bidang
kehidupan diri organisme baik manusia maupun hewan yang pada mulanya digunakan
para ilmuwan untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan
tingkah laku aneka ragam makhluk hidup mulai yang primitif sampai yang paling
modern. Secara ringkas dapat dikatakan bahwa psikologi adalah ilmu pengetahuan
yang menyelidiki dan membahas tingkah laku terbuka dan tertutup pada
manusia, baik selaku individu maupun kelompok dalam hubungannya dengan
lingkungan. [12]
Ilmu Pendidikan Islam dengan pendekatan
psikologis dapat diartikan sebagai usaha memanfaatkan jasa psikologi Islam pada
khususnya dan psikologi pada umumnya untuk mendukung perumusan konsep dan
praktis pendidikan. Penggunaan jasa psikologi ini ditujukan, agar konsep dan
praktik pendidikan tersebut dapat dirumuskan secara konprehensif dan dapat
diterapkan secara efektif dalam mencapai tujuan pendidikan.[13]
Pernyataan tersebut antara lain di dasarkan
pada dua asumsi sebagai berukut:
a. Kepentingan
masyarakat
Pendidikan adalah pemindahan nilai-nilai, ilmu
dan keterampilan dari generasi tua kepada generasi muda untuk melanjutkan dan
memelihara identitas masyarakat tersebut. Dalam pemindahan (transmission),
nilai-nilai ilmu dan keterampilan inilah psikologi memegang peranan yang sangant penting.[14]
b.
Kepentingan Individu
Pendidikan dilihat
dari segi kacamata individu dapat diartikan sebagai upaya pengembangan
potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Olehnya itu dia harus digali sebaik mungin agar dapat berfungsi
maksimal. Untuk dapat
menggali, mengembangkan, dan memberdayakan kemampuan individual manusia itu,
pendidikan memiliki peranan yang sangat menentukan. Pendidikan menurut
pandangan individu adalah menggarap kekayaan yang terdapat pada setiap individu
agar dapat dinikmati oleh individu dan selanjutnya oleh masyarakat.
D. Tinjauan Sosiologi
Pendidikan Islam
Pendidikan disekolah
bukan hanya ditentukan oleh usaha murid secara individual atau berkat interaksi
antara peserta didik dan guru dalam proses belajar menagajar, melainkan juga
oleh interaksi murid dengan lingkungan sosialnya dalam berbagai situasi sosial
yang dihadapinya didalam maupun diluar sekolah, terkadang anak berbeda bukan
hanya karena berbeda bakat atau pembawaannya akan tetapi ini juga banyak
dipengaruhi oleh lingkungan berlainan, status sosial, agama dan nilai-nilai
budaya dan keluarganya.
Dari fenomena inilah
kemudian yang melahirkan pandangan sosilogi dalam pendidikan atau dikenal
dengan istilah sosiologi pendidikan, Dasar sosiologi yaitu dasar yang memberikan
kerangka budaya di mana pendidikan itu berkembang, seperti memindahkan, memilih
dan mengembangkan kebudayaan.
Pada awal abad 20, sosiologi mempunyai peranan
penting dalam pemikiran pendidikan, sehingga lahirlah sosiologi pendidikan.
Sosiologi Pendidikan dengan pendekatan sosiologis dapat diartikan sebagai
sebuah studi yang memanfaatkan sosiologi untuk menjelaskan konsep pendidikan
dan memecahkan berbagai problema yang dihadapinya. Menurut H.P. Fairchild dalam
bukunya Dictionary of Sociology dikatakan bahwa sosiologi pendidikan
adalah sosiologi yang diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan
yang fundamental.[15]
Pendidikan, menurut pendekatan sosiologi ini,
dipandang sebagai salah satu konstruksi sosial, atau diciptakan oleh interaksi
sosial. Para sosiolog pendidikan mengkaji praktik-praktik pendidikan untuk
membuktikan hubungannya dengan kelembagaan, tujuan, kurikulum, proses belajar
mengajar, dan berbagai komponen pendidikan lainnya, dan jika dihungkan dengan Islam
maka jelaslah bahwa tujuan yang ingin
dicapai kemudian agar bagaiman menciptakan interaksi-interaksi yang mengandung
nilai-nilai keIslaman didalamnya baik itu interaksi yang terjadi antara sesame
peserta didik, antara peserta didik dan guru, serta lingkungan dimana
pendidikan itu berlansung.
Ada beberapa konsep
tentang tujuan sosiologi pendidikan antara lain :
1. Sebagai analisis proses sosialisasi,
2. Sebagai analisis kedudukan pendidikan dalam amsyarakat
3. Sebagai analisis interaksi social disekolah dan antara sekolah dengan
masyarakat
4. Sebagai alat kemajuan dan perkembangan social
5. Sebagai dasar untuk menentukan tujuan pendidikan.[16]
Jika melihat konsep dari tujuan sosiologi pendidikan sebgai yang telah
dijelaskan diatas maka jelas bahawa sosiologi pendidikan diharapkan dapat
menjadi penyeimbang dari segala masalah-maslah social yang terjadi didalam
pendidikan.
Disamping itu sosiologi pendidikan menyelediki masalah-masalah pokok
antara lain:
1. Hubungan sistem pendidikan dengan aspek-aspek lain dalam masyrakat
2. Hubungan antara manusia di dalam sekolah
3. Pengaruh sekolah terhadap kelakuan dan kepribadian semua pihak di
sekolah
4. Sekolah dalam masyrakat [17]
Berdasarkan penjelasan tersebut tampak jelas
dari satu segi pendidikan amat membutuhkan jasa sosiologi, namun pada sisi lain
pendidikan juga tidak berdaya membendung kecenderungan perkembangan masyarakat.
Pendidikan dan perkembangan masyarakat terjadi hubungan yang saling tarik
menarik dan bersifat simbiotik. Kecenderungan selama ini menunjukkan bahwa
pengaruh perkembangan masyarakat jauh lebih kuat dari pengaruh pendidikan.
Pengaruh pendidikan terhadap masyarakat lebih bersifat jangka panjang atau
defensif yakni pendidikan berusaha membendung pengaruh negatif dari
perkembangan masyarakat. Sedangkan pengaruh masyarakat terhadap pendidikan
tampak bersifat jangka pendek dan mendesak. Pendidikan dan masyarakat selalu
berinteraksi dan saling memberi pengaruh.
E.
Tinjauan Aksiologi Pendidikan Islam
Aksiologi adalah nilai kegunaan ilmu,
penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani
Kuno,terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos”
yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari
nilai. Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[18]
Sedangkan Pendidikan Islam sebagai
pendidikan individu dan masyarakat yang berisikan ajaran tentang sikap dan
tingkah laku menuju kesejahteraan hidup.[19]
Dua konsep yang telah dipaparkan di atas, membentuk satu konsep
tentang aksiologi Pendidikan Islam yang
penyusun gambarkan sebagai nilai, manfaat atau pun
fungsi dari Pendidikan Islam itu sendiri
terhadap berbagai hal yang terkait di dalamnya.
Secara filosofis, nilai amat terkait dengan
etika yang sering disebut sebagai filsafat nilai, mengkaji nilai-nilai sebagai
tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya.
Sumber-sumber etika dan moral bisa berasal dari hasil pemikiran, adat-istiadat
atau tradisi, ideologi, bahkan agama.
Nilai-nilai yang terkandung dalam Al-Qur’an
merupakan nilai-nilai yang bersifat universal karena hakikatnya, Islam adalah rahmatan
lil ‘alamin. Maka dibutuhkan penggalian dan penyelaman terhadap
kandungannya sehingga dapat diambil mutiara-mutiara Islami sebagai bekal
landasan hidup manusia. Bisa membawa kesejahteraan bagi umat Islam khususnya, manusia pada umumnya.
Disamping itu pendidikan sebagai fenomena
kehidupan sosial, kultural dan keagamaan, tidak dapat lepas dari sistem nilai
tersebut. Dalam masalah etika yang mempelajari tentang hakekat keindahan, juga
menjadi sasaran pendidikan Islam, Mendidik juga memiliki unsur seni yang
terlihat dalam pengungkapan bahasa, tutur kata dan prilaku yang baik dan indah.
Unsur seni mendidik ini dibangun atas asumsi
bahwa dalam diri manusia ada aspek-aspek lahiriah, psikologis dan rohaniah. Hal
ini mengisyaratkan bahwa manusia dalam fenomena pendidikan adalah paduan antara
manusia sebagai fakta dan manusia sebagai nilai. Tiap manusia memiliki nilai
tertentu sehingga situasi pendidikan memiliki bobot nilai individual, sosial
dan bobot moral. Itu sebabnya pendidikan dalam prakteknya adalah fakta empiris
yang syarat nilai.
Oleh karena itu, butuh landasan aksiologis
dalam pendidikan agar pendidikan itu sendiri dapat memberikan kepuasan pada
diri peserta didik akan nilai- nilai ideal yang ingin dimiliki sehingga dapat
hidup dengan baik dan terhindar dari
nilai- nilai yang tidak diinginkan.[20]
Dapat ditempuh dengan cara memberikan landasan Islam pada aksiologis pendidikan kita. Ajaran-ajaran
Islam yang tertuang dalam aksiologi
pendidikan ini, diharapkan mampu membawa manusia menuju kesejahteraan hidupnya
sehingga dua perannya sebagai pemakmur kehidupan di muka bumi dan pengabdi
kepada sang Khalik, dapat terlaksana dengan baik pula. Kedua peran tersebut
tidak hanya memerlukan profesionalitas semata, tetapi juga sarat dan dengan
nilai-nilai pengabdian kepada Allah SWT.
Dalam Pendidikan Nasional, pendidikan agama
dan akhlak diatur oleh Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 Bab IX butir 2 yang
mengatakan tentang isi kurikulum setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan
wajib memuat pendidikan Pancasila, pendidikan agama dan pendidikan
kewarganegaraan. Pendidikan agama disini, diartikan sebagai pendidikan yang
materinya berkaitan dengan keimanan, ketakwaan, akhlak dan ibadah kepada Tuhan.
Mengingat Islam memandang bahwa tujuan kemanusiaan sarat nilai
dan moral, maka memfungsikan sekolah merupakan usaha aplikatif kolektif untuk
mewujudkan penumbuhkembangan perilaku moral peserta didik hendaknya menjadi
orientasi bagi setiap aktivitas pendidikan.[21]
Artinya, pendidikan moral harus berlangnsung di sekolah setiap waktu, tidak
hanya dalam kurikulum, tetapi juga dalam interaksi sehari-hari antara siswa
dengan guru mau pun staf sekolah. Saat ini, penanaman nilai-nilai dalam
kehidupan amatlah diperlukan. Melalui era yang semakin canggih, akhlak pun
menghadapi tantangan. Globalisasi yang mendunia, membawa berbagai pengaruh yang
amat besar.
|
A. Kesimpulan
1.
Filsafat
menentukan dasar dan tujuan hidup yang akan dijadikan sebagai dasar dan tujuan
pendidikan yang akan dilaksanakan oleh manusia dan pada tahap selanjutnya akan
mencerminkan sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupannya.
2.
Tinjauan
yuridis formal pendidikan Islam dimulai
dimulai dengan kelaurnya Tap MPRS No. 2 tahun 1960 kemudian Tap MPRS No. 27 Tahun 1996 dan INPRES
No 15. Tahun 1974 kemudian dikeluarkanlah SKB tiga menteri (menteri pendidikan,
menteri dalam negeri dan menteri agama) pada sidang kabinet pada tanggal 26
Nopember 1974. Kemudian lahir Undang-Undang No. 2 tahun 1989 dan puncaknya Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional menjadi sangat fundamental.
3.
Tinjauan psikologi
yaitu dasar yang memberi informasi tentang watak pelajar, para guru, cara-cara
terbaik dalam praktek, pencapaian dan penilaian, pengukuran, serta bimbingan.
Keberhasilan pendidik dalam mencapai tujuan, harus memiliki informasi tentang
watak peserta didik, pendidik, pengukuran dan penilaian yang terbaik.
4.
|
5.
Aksiologi Pendidikan Islam sebagai nilai, manfaat atau pun fungsi dari
Pendidikan Islam itu sendiri terhadap
berbagai hal yang terkait di dalamnya. Secara filosofis, nilai amat terkait dengan
etika yang sering disebut sebagai filsafat nilai, mengkaji nilai-nilai sebagai
tolak ukur tindakan dan perilaku manusia dalam berbagai aspek kehidupannya.
Sumber-sumber etika dan moral bisa berasal dari hasil pemikiran, adat-istiadat
atau tradisi, ideologi, bahkan agama.
B. Implikasi
Ajaran Islam tentang pendidikan adalah mewajibkan kepada
umat Islam untuk melaksanakan dan
menegakkan pendidikan. Dalam pendidikan, terkandung nilai-nilai sakral yang
bisa mengantarkan manusia menjadi sosok berguna, karena menurut ajaran Islam ,
pendidikan merupakan kebutuhan hidup mutlak harus dipenuhi, demi untuk mencapai
kesejahteraan dan kebahagiaan dunia akhirat. Oleh karena itu, untuk membentuk
manusia berilmu tidak terlepas dari berbagai unsur pendidikan.
|
Ahmadi, Abu. Sosiologi
Pendidikan. Cet. I; Jakarta:
Rineka Cipta, 1991.
Al-Syaibany, Omar Muhammad Al-Toumy. Falsafatut Tarbiyyah Al Islami,
Terj. Hasan Langgulung dengan judul Falsafah pendidikan Islam . Cet. I; Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Hasbullah,Otonomi
Pendidikan, Jakarta
:Rajawali, 2010
http://hamzah-harun.blogspot.co.id/2012/02/dasar-dasar-pendidikan-islam_9585.html (diakses tgl 22 September 2015)
Langgulung,
Hasan. Asas-asas Pendidikan Islam . Jakarta: Pustaka al-Husna, 1987.
Mahmud, Pemikiran Pendidikan Islam , Cet.1; Bandung: CV. Pustaka Setia, 2011.
Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi
Pengembangan Pendidikan Islam , Jakarta; Rajawali Pers, 2011.
Muhmidayeli,
“Moralita Kependidikan: Suatu Telaah Filsafat Pendidikan Islam Tentang
Arah Bangun Pendidikan Islam”, Al-Fikra,
Vol. 5, No. 1, 2006
Mujib , Abdul, et al., Ilmu Pendidikan Islam, Cet. II; Jakarta: Kencana, 2008.
Nata, Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam dan Barat, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
Nata, Abuddin. Ilmu
Pendidikan Islam : dengan Pendekatan
Multidisipliner. Cet. I; Jakarta: Rajawali Pers, 2009.
Pidarta, Made, Landasan Kependidikan, Jakarta:
Rineka Cipta, 2007.
Syah, Muhibbin.
Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cet. XVI; Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010.
Salam,
Burhanuddin. Pengantar Pedagogik: Dasar-dasar Ilmu Mendidik. Cet.1;
Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan, Cet.
V; Jakarta: Bumi Aksara, 2010.
Sadulloh , Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung:
Penerbit Alfabeta, 2007
Undang-Undang
Sistem Pendidikan Nasional, Yogyakarta: Media Wacana Press,2003.
Zakiah Daradjat, et al., Ilmu Pendidikan Islam, Cet. VII; Jakarta: Bumi Aksara, 20008.
|
[1] Burhanuddin Salam, Pengantar Pedagogik:
Dasar-dasar Ilmu Mendidik (Cet.1; Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 33.
[5] Muhaimin, Pemikiran dan Aktualisasi Pengembangan Pendidikan Islam (Jakarta; Rajawali Pers, 2011), h. 5-6
[6] Oemar Muhammad al-Toumy al-Syaibany, al-Falsafah
al-Tarbiyah al-Islam terj. Hasan Langgulung dengan judul Filsafat
Pendidikan Islam (Cet.1; Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 47
[8] http://hamzah-harun.blogspot.co.id/2012/02/dasar-dasar-pendidikan-islam_9585.html (diakses tgl 22 September 2015)
[12] Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan
Pendekatan Baru (Cet. XVI; Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010), h. 10.
[13] Abuddin Nata, Ilmu
Pendidikan Islam: dengan Pendekatan Multidisipliner (Cet. I; Jakarta:
Rajawali Pers, 2009), h. 163.
[19] Zakiah Daradjat, et al., Ilmu Pendidikan
Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, Cet.7, 20008), h. 28
[20] Abdul Mujib, et
al., Ilmu Pendidikan Islam, (
Jakarta: Kencana, Cet.2, 2008), h. 127- 128
[21] Muhmidayeli, “Moralita
Kependidikan: Suatu Telaah Filsafat Pendidikan Islam Tentang Arah Bangun
Pendidikan Islam”, Al-Fikra, Vol. 5,
No. 1, (2006), h. 11
Tidak ada komentar:
Posting Komentar